Beranda / Berita / Aceh / Mogok Buruh Nasional, ABA Aceh Temui DPRA dan Wali Nanggroe

Mogok Buruh Nasional, ABA Aceh Temui DPRA dan Wali Nanggroe

Senin, 05 Oktober 2020 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Kepala Bidang Advokasi ABA, Muhammad Arnif. [Foto: Sara Masroni/Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Buruh di Indonesia berencana mengadakan mogok nasional pada 6-8 Oktober nanti. Hal ini sebagai bentuk penolakan pada Rancangan Undang-undang (RUU) omnibus law Cipta Kerja.

Menanggapi hal itu, Aliansi Buruh Aceh (ABA) menjelaskan, di Aceh tidak melakukan mogok masal nasional sebagaimana yang dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia.

"Yang pasti Aceh tidak buat mogok buruh, kita langsung menyuarakan ke pihak terkait saja mengenai RUU Cipta Kerja ini. Kita akan ke kantor DPRA dan Wali Nanggroe meminta dukungan penolakan dari pemerintah Aceh. Rencana Selasa besok," jelas Ketua Advokasi ABA, Muhammad Arnif kepada Dialeksis.com, Senin (5/10/2020).

Dalam tuntutannya, ABA menilai RUU Cipta Kerja banyak merugikan kaum buruh seperti hak-hak yang didapatkan ketika berakhirnya masa kerja, namun kini dihilangkan.

"Kemudian diberlakukannya sistem kerja kontrak secara terus menerus tanpa ada batasan waktu. Lalu dihapuskannya sistem upah minimum dan diberlakukannya sistem upah berdasarkan kinerja. Kebijakan ini sangat merugikan buruh," jelas Arnif yang juga Ketua Divisi Advokasi dan Hukum TUCC (Trade Union Care Center) itu.

Selanjutnya, terkait kondisi pandemi yang mempengaruhi perusahaan dalam beroperasional, ABA membolehkan perusahaan mengambil sikap untuk melakukan PHK terhadap karyawan, tetapi juga harus melakukan pembayaran terhadap hak-haknya.

"Terkait perlindungan lain, harus ada jaminan ketika karyawan dirumahkan untuk dipanggil bekerja lagi. Sekarang kebanyakan perusahaan tidak memberikan jaminan itu. Padahal ada regulasinya," jelas Arnif.

Kemudian, lanjutnya, hak-hak jaminan sosial seperti kesehatan dan lain-lain harus dipenuhi mengingat kondisi karyawan tidak bisa diketahui dengan pasti apakah dalam kondisi sehat atau sakit.

"Pemerintah harus ambil peran di sini dalam memberikan kontribusi membantu perusahaan agar bisa beroperasi seperti subsidi silang atau semacamnya," jelas Arnif.

"Intinya, perusahaan dan pekerja itu sama-sama harus mendapat perhatian dari pemerintah, sebab kondisi Covid-19 ini sudah jadi bencana nasional," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda