Minim Dukungan Penyelenggara, Dua Ribuan Warga di RSUZA Kehilangan Hak Pilih.
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sejumlah dokter, perawat, pasien dan keluarga pendamping di Rumah Sakit Zainoel Abidin (RSUZA) dilaporkan terancam tidak bisa menyalurkan aspirasi politiknya pada pemilu 2019 ini. Menurut mereka, pihak penyelenggara pemilihan tidak mampu memfasilitasi keinginan mereka untuk memilih.
"Dokter-dokter di rumah sakit yang sedang bertugas hari ini merasa sedih karena tidak bisa memilih pada momentum pemilu kali ini," ujar Direktur RSUZA, Dr dr Azharuddin SpOT K-Spine kepada Dialeksis.com, Rabu, (17/4) di Banda Aceh.
Ia melanjutkan, hal tersebut dikarenakan tidak ada pelayanan secara khusus dari penyelenggara, dalam hal ini KIP Aceh, kepada dokter yang bertugas untuk umum. Bahkan, ia menyebutkan ada 2000 karyawan dan pasien di RSUZA yang belum menggunakan hak pilihnya saat ini.
"harus ada pembenahan dalam memberikan layanan, khususnya dalam memfasilitasi hak politik warga yang ingin memilih," harapnya.
Menanggapi hal itu, Koordinator Jaringan Survei Inisiatif (JSI) Saddam Rafsanjani mengatakan hak pilih merupakan hak paling politik paling dasar yang dimiliki seorang warga negara. Hak tersebut tidak bisa dihilangkan secara serta merta dengan kondisi apapun, serta justifikasi apapun.
"Seharusnya, pihak penyelenggara dapat memberikan solusi terhadap persoalan ini," tegas Saddam kepada Dialeksis.com, Rabu, (17/4) di Banda Aceh.
Terkait apa yang terjadi RSUZA, jebolan University Of Glasgow ini mengatakan, seharusnya, pihak penyelenggara memiliki inisiatif untuk melakukan jemput bola, sehingga hak politik warga tidak terabaikan.
"Harusnya punya inisiatif, misalnya menurunkan tim, atau staf untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk bisa memilih," sebutnya.