Meski Advokasi KontraS Aceh Terkesan Maskulin, Azharul Husna Tak Kendur Semangat Kawal Pemenuhan Hak Korban
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Koordinator KontraS Aceh, Azharul Husna. [Foto: ist]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Meski dibilang kerja-kerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Aceh (KontraS) Aceh terkesan maskulin, namun hal tersebut tidak membuat kendur semangat aktivis perempuan Azharul Husna untuk memimpin KontraS Aceh.
Azharul Husna merupakan aktivis muda yang terpilih menjadi koordinator Badan Pekerja KontraS Aceh untuk periode 2022-2026. Dirinya terpilih melalui rangkaian kegiatan Rapat Umum Anggota (RUA) VI KontraS Aceh yang berlangsung sejak tanggal 18-19 Agustus 2022.
Bagi Azharul Husna, aktivitas advokasi pemenuhan hak korban kekerasan Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu di KontraS Aceh memang terkesan maskulin bagi sebagian orang.
Meski begitu, Husna mengatakan bahwa korban pelanggaran HAM masa lalu itu bukan hanya laki-laki, tapi juga dialami oleh perempuan.
Ia mengatakan, klasifikasi kekerasan atau pelanggaran HAM perempuan di masa lalu juga beragam. Bukan hanya fisik, tapi juga menyasar kepada kekerasan verbal, psikis, termasuk juga pada kekerasan seksual.
Pada diskursus ini, Azharul Husna mengambil contoh kekerasan seksual yang memang dialami oleh para perempuan. Dalam pengalamannya melakukan pendampingan advokasi para korban di KontraS Aceh, Husna mengatakan bahwa umumnya korban perempuan sulit terbuka kepada aktivis laki-laki, sehingga ada porsi khusus kepada aktivis perempuan untuk menangani perkara dengan penanganan khusus juga.
“Kadang-kadang, korban perempuan sulit menyampaikan apa yang dialaminya kepada laki-laki. Nah di sini memang ada hal-hal yang butuh keahlian khusus dan butuh penangan khusus,” ujar Azharul Husna kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Selasa (23/8/2022).
Di samping itu, makna feminisme juga sudah melekat bagi Azharul Husna. Advokasi seorang feminis menurut Husna, kekerasan tidaklah dibalas dengan kekerasan juga. Seorang perempuan punya cara-cara tersendiri untuk mengadvokasi dalam upaya pemenuhan hak korban pelanggaran HAM.
“Kekerasan tidak dibalas dengan kekerasan. Ada cara-cara yang lebih humanis dengan cara yang lebih soft (lembut),” ungkapnya.
Di sisi lain, Azharul Husna juga tidak mempersoalkan perihal seorang pemimpin KontraS Aceh apakah berlatar laki-laki atau perempuan. Yang paling penting menurut Husna adalah perspektif keberpihakan kepada korban.
“Tidak ada masalah apakah pemimpin KontraS Aceh itu laki-laki atau perempuan, yang penting secara nilai dan moral punya keberpihakan terhadap korban pelanggaran HAM masa lalu, dan korban kekerasan,” ungkapnya.
Selaku Koordinator Badan Pekerja KontraS Aceh yang baru, Azharul Husna menyatakan pihaknya akan terus mengawal kerja-kerja yang telah dilakukan KontraS Aceh selama ini.
“Kita akan tetap melanjutkan penguatan komunitas korban pelanggaran HAM masa lalu. Kan ada komunitas korban di beberapa daerah. Kita akan tetap melakukan itu. Tetap melakukan pengorganisasian kepada korban pelanggaran HAM. Karena itu sebagai ruh KontraS Aceh yang memang berdiri pada saat konflik pelanggaran HAM dulu terjadi di tahun 1998,” jelasnya.
Di sisi lain, sebagai perimbangan pihaknya juga akan mengawal negara untuk merumuskan aturan supaya bisa dipastikan bahwa hak-hak korban terpenuhi.
“Salah satunya adalah Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh. Kita akan menemani terus KKR Aceh untuk bekerja dalam upaya pemenuhan hak korban, hak komparasi kebenaran, hak reparasi korban, hak rehabilitasi dan sebagainya bisa tersampaikan kepada korban,” pungkasnya.(Akh)
- 17 Tahun Damai Aceh, KontraS Tegaskan Pemerintah Harus Buat Pengakuan Akui Korban Konflik
- Katahati Institute, MaTA, dan KontraS Aceh Tolak Undangan Silaturahmi dengan Achmad Marzuki
- Pemerintah Diminta Segera Bentuk Tim Untuk Dalami Kasus Pelanggaran HAM oleh ExxonMobil
- Pemberhentian Achmad Marzuki Tak Transparan, KontraS Aceh Ajukan Surat Keberatan ke Mabes TNI