Beranda / Berita / Aceh / Meraba Rasa di Pasar Batuphat Lhokseumawe

Meraba Rasa di Pasar Batuphat Lhokseumawe

Selasa, 11 September 2018 14:29 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Bagi masyarakat Lhokseumawe, pasar pagi Batuphat Timur menjadi salah satu destinasi belanja alternatif. Terutama bagi masyarakat Lhokseumawe wilayah Barat, pilihan ke sini lebih realistis dibandingkan harus ke Pasar Inpres Lhokseumawe yang berjarak 10-15 kilometer. Aneka keperluan pokok dan sandang tersedia di Pasar Batuphat.

Pasar ini terletak bersisian dengan kompleks Pertagas Arun atau dulu dikenal kompleks PT. LNG Arun-Pertamina. Pasar ini memang menggeliat sebagai pasar utama di daerah Lhokseumawe sejak perusahaan multinasional itu hidup di Aceh pada awal 80-an. Mencapai puncaknya pada pertengahan 90-an, pasar (orang Lhokseumawe menyebutnya "pajak", seperti sebutan orang Medan) Batuphat menjadj idola, karena ada pelbagai bahan fashion yang bagus-bagus. Dipasok langsung dari Jakarta dan Medan, harganya cenderung miring karena tanpa distributor perantara. "Sebenarnya karena industri migas Arun lah yang menyebabkan pasar ini hadir, karena konsumen utama warga kompleks", ungkap Cut Ermala, salah seorang bekas warga kompleks Arun.

Awalnya pasar Batuphat berasal dari lapak-lapak kayu, akhirnya  direkonstruksi menjadi pasar permanen yang menjual bukan hanya sayur, buah, dan ikan, tapi juga perabotan rumah tangga, pakaian, bumbu masak, hingga jajanan pagi.

Pada malam hari pasar ini berubah menjadi pusat kuliner. Masyarakat Lhokseumawe kerap terngiang akan kenikmatan bakso dan es teler dari pasar Batuphat malam. Malam minggu banyak keluarga dan muda-mudi menghabiskan malam di sini.

Pada 11 September pagi, bertepatan dengan hari libur Tahun Baru Hijriyah, dialeksis.com berkesempatan berbelanja nasi gurih dan lontong di pasar Batuphat. Khususnya lontong, masih menjadi primadona bagi penghuni kompleks Arun. Berbeda dengan lontong di Banda Aceh, lontong di Batuphat dan juga Lhokseumawe pada umumnya, kerap dicampur dengan mie kuning dan bihun. Mereka juga punya "bumbu kuncian", yaitu dicampur dengan bumbu kacang pecel, sehingga rasanya agak manis.

Susiyani, warga Cilandak Jakarta Selatan, selalu merindui makan lontong pasar Batuphat. Ia dulunya sempat tinggal di Kompleks Arun memiliki  "memoire tentang lontong di sini. Ketika berkunjung ke Lhokseumawe selalu memesan sarapan pagi lontong sayur. Seolah-olah di Jakarta tak ada lontong enak, sehingga ia tidak ingin tertinggal kesempatan sehari pun tanpa ditemani lontong sayur bumbu kacang.

Ada lima konter penjual lontong dan nasi gurih. Dialeksis.com terbiasa memesan lontong Bu Lina. Posisinya berada di tengah. Sebenarnya konter lain pun tak kalah sedapnya. Untuk nasi gurih tersedia lauk ikan kembung, rendang ayam, daging, dan usus, telur dadar dan matasapi, dan lainnya. Ada juga deserts berupa lupis dan cenil dengan parutan kelapa dan gula merah.

Benar-benar wunderbar! Luar biasa perasaan pagi dengan jajan di pasar Batuphat.

Seperti kata Martin Heidegger,  In-der-Welt-sein: keberadaan di dunia ini adalah wujud untuk merasakan segala sesuatu (das Ding) secara positif. Kuliner adalah salah satu "kenyataan" (das Sein) yang harus kita nikmati, dengan setulus rasa. (tkf)

Keyword:


Editor :
Sammy

riset-JSI
Komentar Anda