Menyoal Opini “15 Tahun Pendidikan Aceh Terpuruk,” Mahlizar Ungkap Pengalamannya Majukan Mutu Pendidikan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Wakil Kepala Sekolah SMKN 1 julok Aceh Timur, Mahlizar MA Yamani. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Menyoal opini yang terbit di Harian Serambi Indonesia dengan judul “15 Tahun Pendidikan Aceh terpuruk” yang ditulis oleh Ketua Ketua Lembaga Pemantau Pendidikan Aceh (LP2A), Dr Samsuardi MA.
Wakil Kepala Sekolah SMKN 1 Julok Aceh Timur, Mahlizar MA Yamani meminta agar Dr Samsuardi untuk melakukan penelitian yang berimbang dengan melakukan survey terkait peningkatan mutu pendidikan di sekolah maju di kota besar, dengan mengetahui berapa jumlah anggaran per siswa per tahun untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah maju.
Ia menegaskan, sudah menjadi keadaan lumrah bagi seluruh sekolah di Aceh untuk anggaran sekolah hanya bersumber dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yaitu untuk seluruh biaya pelaksanaan program di sekolah.
Menurutnya, seluruh sekolah di Aceh secara umum sudah sangat hebat, dikarenakan hanya dengan satu sumber dana saja, sekolah bisa beroperasional dengan baik.
“Peningkatan mutu pendidikan juga merupakan suatu tanggungjawab bersama, baik itu pihak penyelenggara pendidikan, pemerintah, dan juga peran masyarakat dan lembaga lainnya,” ungkap Mahlizar dalam postingan Facebooknya sebagaimana dikutip oleh reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Senin (8/8/2022).
Ia menambahkan, semua unsur lapisan masyarakat dan juga lembaga terkait harus duduk bersama mencari jalan keluar atau solusi dalam hal peningkatan mutu pendidikan di Aceh, jangan masing-masing pihak membangun opini sendiri-sendiri terkait hal tersebut tanpa memberi solusi.
“Bukan kita tidak ingin melihat Aceh lebih unggul di bidang pendidikan, tetapi dukungan dari segala elemen Pemerintah dan Masyarakat. Kadang kepala sekolah pun untuk beli spidol saja harus hutang, pasca cair dana BOS baru bayar,” ucapnya.
Di sisi lain, Mahlidar menjelaskan bahwa seorang kepala sekolah mesti melewati berbagai halang rintang ketika hendak memajukan sebuah instansi pendidikan. Menjadi kepala sekolah bukan perkara enteng, karena banyak rintangan untuk menjalankan sebuah program di sekolah.
“Sebagian orang pikirnya kepala sekolah posisinya enteng saja. Padahal, ada kejadian sampai habis uang sertifikasi hanya supaya jalan program sekolah, sambil menunggu cair dana BOS. Saya pikir, kepala sekolah di Aceh sangat hebat dan luar biasa,” pungkasnya.
Sementara itu, mengutip tulisan opini Dr Samsuardi MA, dalam tulisannya, ia juga menyinggung sedikit terkait kucuran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) yang mulai tahun 2008 hingga 2021 mencapai Rp88,838 triliun yang per tahunnya dikelola oleh Dinas Pendidikan Aceh.
Namun sayang, menurut Dr Samsuardi, dengan anggaran sebesar itu masih saja belum menjamin mutu pendidikan di Aceh. Bahkan diperparah dengan lemahnya kinerja pejabat publik yang mengurusi pendidikan.(AKH)