kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Menjaga Kualitas Kopi Gayo

Menjaga Kualitas Kopi Gayo

Sabtu, 29 Juni 2019 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Popularitas Kopi Gayo akan berimbas pada tingginya permintaan. Situasi ini menjadi tantangan yang harus mampu dijawab oleh para pelaku usaha kopi di tiga kabupaten penghasil. Bukan semata ketersediaan barang, menjaga kualitas adalah keharusan yang tak bisa ditawar, sehingga cita rasa Kopi Gayo tetap terjaga dalam setiap seruputnya.

Pesan tersebut disampaikan oleh Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Nova Iriansyah, saat membuka secara resmi Pertemuan Forum Kopi Arabika Aceh, di Aula Meuligoe Wakil Gubernur Aceh, Jum’at (27/6/2019) sore.

"Kopi Gayo sudah sangat dikenal luas di dunia internasional. Hal ini menjadi tantangan semua pihak terkait. Bukan hanya untuk mengimbangi ketersediaan barang atas permintaan, para pelaku usaha kopi dari hulu hingga hilir juga dituntut untuk menjaga kualitas kopi yang dipasarkan," ujar Plt Gubernur.

Nova menambahkan, tantangan terkait penyediaan barang dan menjaga kualitas Kopi Gayo tidak semata datang dari teknik menanam dan cara pengolahan, perubahan iklim dewasa ini juga menjadi tantangan besar para petani kopi.

Untuk itu, Plt Gubernur mengingatkan pentingnya melakukan penelitian terus menerus terkait Kopi Gayo. Oleh karena itu, Nova mengimbau pihak terkait, termasuk perbankan dan pihak swasta lainnya untuk ambil bagian dalam upaya melestarikan dan menjaga kualitas Kopi Gayo di tengah tingginya permintaan pasar dan tantangan perubahan iklim dunia.

"Saya imbau institusi swasta seperti perbankan, Kadin dan institusi lainnya untuk turut terlibat. Dalam banyak kesempatan saya selalu menegaskankan pentingnya kolaborasi dalam seluruh aspek pembangunan. Nah, upaya pelestarian kopi juga demikian, masyarakat petani tentu memiliki pengalaman turun temurun. Namun mereka tentu tidak memiliki fasilitas, di sinilah privatesector harus mengambil peran," imbau Nova.

Selama ini, Kopi Arabika Gayo adalah penyumbang terbesar di Indonesia, mencapai 40 persen dari produksi kopi arabika nasional setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, lebih dari 80 persen kebun kopi di Tanah Gayo dikelola oleh masyarakat.

"Jadi, keberhasilan Aceh mengembangkan kopi arabika adalah bentuk keberhasilan rakyat dalam upaya mengoptimalkan sumber daya yang disediakan Allah di Tanah Gayo. Oleh karena itu, saya mengimbau sektor swasta untuk bergabung bersama Pemerintah dalam upaya melestarikan Kopi Gayo sesuai dengan bidang dan fungsi masing-masing.

Untuk diketahui bersama, jumlah masyarakat petani yang terlibat dalam usaha Kopi Gayo di tiga kabupaten, yaitu Bener Meriah, Aceh Tengah dan Gayo Lues mencapa 78.624 KK, dengan luas lahan 101.473 Ha. Total produksi kopi Arabica Aceh ini mencapai 61.761 ton per tahun, dengan rata-rata produktivitas 773 ton/hektar.

Selain arabica, kopi jenis robusta juga ada ditanam di Tanah Gayo, khususnya di kawasan yang suhunya relatif hangat. Luas kebun kopi robusta di Gayo berkisar 22.276 hektar. Meski jumlahnya relatif kecil dibanding kopi arabica, namun daya tarik kopi Robusta Gayo juga tidak bisa dipandang enteng. Kombinasi kedua jenis kopi ini membuat Gayo semakin terkenal dengan kopinya.

"Kelestarian Kopi Gayo akan turut membantu pemerintah dalam upaya menekan tingginya jumlah pengangguran dan menanggulangi kemiskinan. Kopi Gayo adalah harta karun yang harus terus kita jaga kelestariannya," imbau mantan anggota DPR RI periode 2009-2014 itu.

Untuk mendorong meningkatnya produktivitas Kopi Arabia Aceh, pada tahun 2017 Pemerintah Aceh mendapat dana dari APBN yang dikelola oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, yang digunakan untuk penanganan pasca panen dan pengelohan kopi di Bener Meriah dan Aceh Tengah. Pemerintah Aceh juga mengembangkan pelatihan bagi petani terkait sistem pengembangan kopi di wilayah ini.

Sementara di tahun 2018, Pemerintah Aceh melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh me rehabilitasi tanaman kopi seluas 230 hektar di Aceh Tengah dan 175 hektar di Bener Meriah. Selain itu, ada pula peremajaan areal seluas 250 hektar di tiga kabupaten Tanah Gayo itu.

Tahun 2019 ini, Pemerintah Aceh juga melakukan pengembangan kopi Arabika rakyat di Aceh Tengah seluas 300 hektar dan pemeliharaan tanaman kopi rakyat di wilayah yang sama di areal seluas 680 hektar. Program yang sama juga dilaksanakan di Bener Meriah pada areal seluas 1.255 hektar dan di Gayo Lues seluas 400 hektar.

Dengan berbagai program, kolaborasi dan sinergi semua pihak, Plt Gubernur optimis produksi kopi Gayo akan lebih meningkat dan mampu memenuhi permintaan pasar di masa mendatang. Meski demikian, Nova juga mengingatkan ketatnya persaingan pasar kopi dunia karena beberapa negara penghasil kopi, seperti Brazil, Jamaika, Chili, Afrika juga menyasar pasar yang sama.

"Forum ini diselenggarakan untuk membahas langkah-langkah yang perlu kita rancang guna meningkatkan kualitas, produktivitas dan perluasan pasar Kopi Arabia. Rekomendasi yang kita hasilkan hari ini akan segera ditindaklanjuti dan menjadi program bersama dalam rangka meningkatkan kualitas, produktivitas dan pasar Kopi Arabica Aceh ke depan," pungkas Plt Gubernur.

Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh, setiap tahunnya Tanah Gayo mampu mengekspor biji kopi ke 18 Negara, antara lain, Korea, China, Jepang, Hong Kong, Malaysia, Singapura, Amerika, dan Australia.

Pertemuan Forum Kopi Arabika Aceh turut dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Pertanian RI, Kepala kantor Perwakilan Bank Indonesia Aceh, Bupati Aceh Tengah, Bupati gayo Lues dan Plt Sekda Bener Meriah.

Dalam pertemuan tersebut, Plt Gubernur juga menyerahkan sertifikat kuini varietas Gayo Lues kepada Bupati Gayo Lues, M Amru dan menyerahkan sertifikat bawang merah varietas Aceh Tengah kepada Bupati Aceh Tengah, Shabela Abubakar. (pd/rel)


Keyword:


Editor :
Pondek

riset-JSI
Komentar Anda