Mengenal Pocut Meurah Intan, Pahlawan Aceh yang Diasingkan ke Blora
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Senator DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi Lc MA atau akrab disapa Syech Fadhil saat mengunjungi makam Pocut Meurah Intan di komplek makam keluarga R. Ng. Donopuro, di Dukuh Tegalsari, Desa Temurejo, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah, pada Sabtu, 2 September 2022 lalu. [Foto: dok. pribadi]
DIALEKSIS.COM | Aceh - Pocut Meurah Intan merupakan putri keturunan keluarga bangsawan dari Kesultanan Aceh. Ayahnya, Keujruen Biheue, adalah salah seorang uleebalang atau kepala pemerintahan dari kerajaan tersebut.
Riwayat menyebutkan bahwa dia lahir pada 1833 di Biheue, sebuah wilayah sagi XXII Mukim di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh. Pocut Meurah merupakan nama panggilan khusus bagi perempuan keturunan keluarga Sultan Aceh.
Dalam catatan Belanda, Pocut Meurah Intan termasuk tokoh dari kalangan Kesultanan Aceh yang paling anti terhadap Belanda.
Semangat teguh anti Belanda itulah yang kemudian ia wariskan pada para putra-putranya sehingga mereka pun terlibat dalam sejumlah peperangan bersama pejuang-pejuang Aceh lainnya.
Dalam sebuah pertempuran di Sigli, Pidie pada 11 November 1902, Pocut Meurah Intan tertangkap. Diceritakan, kala itu Pocut Meurah Intan memberikan perlawanan sangat sengit.
Dia harus berhadapan dengan 18 orang marsose (marechaussee/serdadu) yang dipimpin oleh Veltman. Marsose merupakan satuan militer khusus yang dibentuk Belanda untuk menghadang gerakan gerilyawan Aceh termasuk menangkap Pocut Meurah Intan.
Meski sendirian, Pocut Meurah Intan tak kenal takut. Dengan senjata rencong di tangan, dia memberikan perlawanan. Meski menderita luka parah dia tak menyerah. Bahkan, dia menusuk seluruh pasukan marsose.
Veltman yang ingin menolong ditolaknya. Dengan penyembuhan luka yang dilakukan sendiri, membuat Pocut Meurah Intan menderita cacat di kakinya. Semangat yang tak kenal padam itu membuat Belanda menjulukinya ‘Heldhafting’ atau ‘yang gagah berani’.
Setelah sempat ditahan Belanda, Pocut Meurah bersama saudaranya, Tuanku Budiman, akhirnya dibuang ke Blora pada 6 Mei 1905.
Selama tinggal di Blora, Pocut dikenal dengan nama Mbah Tjut. Makamnya di Tegal Sari, Blora, kerap kali warga dari Aceh datang ke makamnya untuk berziarah dan mengenalkan pahlawan mereka pada generasi muda Aceh.
Warga setempat memanggilnya dengan nama “ Mbah Tjut”. Pocut Meurah Intan meninggal dunia pada 20 September 1937 sesuai yang tertera pada nisan makamnya di Desa Tegal Sari, Kabupaten Blora. [NH]