Beranda / Berita / Aceh / MaTA Menilai Pengalihan Status Tahanan Kasus Tsunami Cup Jadi Preseden Buruk

MaTA Menilai Pengalihan Status Tahanan Kasus Tsunami Cup Jadi Preseden Buruk

Sabtu, 12 November 2022 14:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : fatur

M Zaini (Baju biru) yang baru keluar dari Rutan Kelas II B, Banda Aceh yang dijemput langsung oleh Kuasa Hukum dan Istrinya sekitar pukul 16.30 WIB. [Foto: Catat.co/Moulidia]

MaTA Sebut pengalihan status Terdakwa jadi Tahanan Kota merupakan preseden buruk 

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian mengatakan, kebijakan pengalihan terdakwa korupsi menjadi tahanan kota menjadi preseden buruk.

“Kebijakan Pengadilan Tipikor sudah menjadi panggung Dagelan (Dagelan maksudnya lawakan_Red),” katanya dalam keterangannya kepada Dialeksis.com, Sabtu (12/11/2022). 

Katanya, ini kan bukan pertama dan berulang dengan tren vonis bebas sebelumnya. “MaTA mempertanyakan eksistensi dan moralitas hakim terhadap terdakwa koruptor.

“Dulu tren mereka suka vonis ringan terus pengalihan tahanan sampai vonis bebas,” sebutnya. 

“Jadi fungsi dan semangat pengadilan tipikor buat apa? vonis bebas mereka putuskan misalnya, kemudian kejaksaan kasasi hampir semua kasasi diterima oleh Mahkamah Agung,” katanya.

Koordinator MaTA, Alfian. [Foto: Dialeksis/fatur]

Menurutnya, bukan berarti putusan vonis hukum hakim tipikor sudah tepat. MaTA mengingatkan agar hakim tipikor jangan menjadikan dirinya sebagai ‘Dewa’ bagi koruptor.

“Ketika jadi terdakwa dan lahir vonis ringan atau bebas, jadi pengadilan buat apa? efek jeranya bagaimana? apakah mau di abaikan semua,” tukasnya. 

Dia mengatakan, kebijakan para hakim sudah menjadi tontonan bagi publik bahwa hanya sampai di Pengadilan Tipikor terdakwa mendapat istimewa dan ini sangat berbahaya.

Menurutnya, lagi, ini bukan lagi mencederai rasa keadilan publik tapi menjadi mainan peradilan. “MaTA mendesak kejaksaan untuk melakukan upaya luar biasa, seperti meminta kepada Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi dan memeriksa terhadap keputusan para hakim,” ucapnya.

Lanjutnya, dia menegaskan, hal ini tidak bisa dibiarkan praktek yang sudah tidak relevan, apalagi alasan yang dikemukakan oleh para hakim dalam pengalihan terdakwa menjadi tahanan kota sama sekali tidak bisa diterima akal sehat. 

“Kalau begini alasan dan peristiwa berulang pun terjadi kemudian menjadi dugaan publik, apakah yang publik tonton saat ini pengadilan sesat atau berbayar dan kami menilai wajar sekali publik berkesimpulan demikian,” pungkasnya. [ftr/bna]

Halaman: 1 2
Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda