MaTA : Kasus Pengadaan Westafel dapat Dijerat Hukuman Mati
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM| Banda Aceh - Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendungkung langkah Polda Aceh dalam mempercepat pengusutan kasus pengadaan westafel (tempat cuci tangan) masa pendemi.
“Ini anggaran APBA 2020 dengan status refocusing karna situasi saat itu, negara dalam keadaan bencana (covid-19). Jadi langkah polda untuk melakukan percepatan pengusutan kasus tersebut menjadi penting dan kita apresiasi sehingga kepastian hukum terhadap pelaku benar benar dapat berlaku,” sebut Alfian Koordinator MaTA, dalam keterenganya kepada media Sabtu (5/3/2022)
Menurut Alfian, apalagi statusnya sudah ditingkatkan kepenyidikan yang artinya calon tersangka sudah ada dan pihaknya berhaharap segera diumumkan.
Dijelaskan Alfian, dalam hal kasus ini, Polda Aceh dapat menggunakan pasal 2, sesuai dengan UU No 19 Tahun 2019 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kepada pelaku, dimana ayat (1).
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. ayat (2).
Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Menurut MaTA, mengingat anggaran bersumber refucusing APBA 2020 untuk penanganan covid-19 artinya negara dalam keadaan bencana jadi kalau ada yang korupsi dapat dijerat dengan hukuman mati.
Sehingga adanya efek jera, rasa keadilan dan berjalannya aturan pemberantasan korupsi yang sudah berlaku. kalau pelaku dijerat dengan hukuman mati maka menjadi "pengetahuan" bagi seluruh Indonesia.
“Artinya negara tegas terhadap maling uang disaat bencana terjadi dan sangat memenuhi unsur dalam UU tindak pidana korupsi seadainya di lakukan nantinya. apa lagi kemungkinan kerugian negara total los karna dibanyak tempat westafel tidak berfungsi,” jelas Alfian.
Menurut Alfian, ketika diperencanaan saat itu, muncul pengadaan westafel seluruh SMA dan SMK di Aceh. Pada saat itu kami sempat dipertanyakan buat apa ada pengadaan westafel, karna seluruh sekolah sudah ada tempat cuci tangan?
Seharusnya dievaluasi apa yang kurang, baru direncakan bukan malah di bangun dari awal dengan nilai pagu sebesar Rp. 41,214 miliar dan tidak dapat difungsikan. Sehingga paket pengadaan tersebut menjadi anggaran bancakan bagi pihak mencari untung di tengah rakyat kebingunan dan bertahan hidup dalam menghadapi covid-19 pada saat itu.
“Kami MaTA percaya kepada Bapak Kapolda Aceh untuk menyelesaikan kasus ini secara utuh, artinya siapa pun yang terlibat wajib mempertangung jawabkan perbuatannya atas anggaran bencana tersebut,” jelas Alfian. (baga)