MaTA Desak BPKP Melakukan Audit Investigasi PON XXI Aceh-Sumut 2024
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
PDiskusi bertajuk PON XXI Aceh-Sumut 2024: Antara Prestasi dan Dugaan Korupsi. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut telah menjadi sorotan tajam dari berbagai pihak, terutama terkait dugaan penyimpangan dalam pengelolaan anggarannya.
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) merupakan salah satu organisasi yang paling vokal menyoroti berbagai persoalan dalam penyelenggaraan PON tersebut.
Dalam sebuah diskusi bertajuk PON XXI Aceh-Sumut 2024: Antara Prestasi dan Dugaan Korupsi yang digelar pada Kamis (19/9/2024), Koordinator MaTA, Alfian, memaparkan sejumlah temuan penting yang mengindikasikan adanya dugaan praktik korupsi.
Salah satu persoalan yang diangkat oleh Alfian adalah dugaan mark-up atau penggelembungan harga dalam pengadaan konsumsi, termasuk nasi dan snack untuk peserta dan panitia PON.
Berdasarkan hasil penelusuran MaTA, anggaran yang tercantum dalam kontrak pengadaan mencapai angka Rp 42,3 miliar, namun kualitas konsumsi yang disajikan di lapangan dinilai tidak sebanding dengan besarnya anggaran tersebut.
“Kami menemukan potensi dugaan kuat adanya mark-up dalam pengadaan konsumsi. Anggaran yang tertera dalam kontrak sangat besar, namun ketika kita lihat langsung di lapangan, kualitas konsumsi tersebut jauh dari yang diharapkan. Ini tentu perlu diusut,” ujar Alfian kepada Dialeksis.com.
Selain itu, MaTA juga menyoroti pembangunan dan rehabilitasi venue-venue olahraga untuk PON XXI Aceh-Sumut.
Menurut Alfian, banyak proyek pembangunan yang mengalami keterlambatan dan kualitas hasilnya dinilai tidak sesuai dengan anggaran yang dikeluarkan.
Karena itu, ia mendesak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk segera melakukan audit investigasi terkait penggunaan dana yang besar dalam ajang olahraga nasional ini.
“Dugaan lainnya terkait rehabilitasi dan pembangunan venue yang juga harus diaudit secara menyeluruh. BPKP, sebagai auditor negara, harus memastikan bahwa tidak ada dana yang disalahgunakan dalam penyelenggaraan PON ini. Jika ditemukan adanya praktik korupsi, maka harus diserahkan kepada aparat penegak hukum,” tegas Alfian.
Dalam kesempatan tersebut, Alfian juga menyampaikan bahwa transparansi merupakan hal yang sangat penting.
Jika hasil audit investigasi tidak menemukan kerugian negara, hasil tersebut harus dipublikasikan agar masyarakat mengetahui dan tidak berspekulasi terkait anggaran PON.
“Kita tidak ingin perhelatan besar seperti PON ini hanya dijadikan ladang keuntungan bagi oknum-oknum yang bermental korup. Transparansi anggaran harus dijaga, dan hasil audit harus dipublikasikan jika tidak ada penyimpangan. Ini demi menjaga kepercayaan masyarakat,” tambahnya.
Menanggapi isu yang diangkat oleh MaTA, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Banda Aceh, Suhendri SH MH, menekankan pentingnya pengawasan hukum yang ketat dalam pelaksanaan PON XXI.
Ia menyoroti sejumlah kejadian yang sempat viral di media sosial terkait penyelenggaraan PON dan berharap agar permasalahan ini menjadi pelajaran bagi para pelaksana.
“Kami merasa resah dengan isu yang berkembang terkait PON. Kita tidak ingin ketika Aceh berprestasi dalam ajang ini, ada persoalan korupsi yang mencoreng nama baik Aceh. Oleh karena itu, dialog dan pengawalan bersama menjadi sangat penting untuk memastikan hal ini tidak terjadi,” kata Suhendri.
Ia juga menjelaskan bahwa pihak kejaksaan akan berperan aktif dalam memitigasi risiko hukum selama berlangsungnya PON XXI.
Kejaksaan, kata Suhendri, akan mendampingi pelaksana PON agar semua kegiatan berjalan sesuai regulasi dan jauh dari tindakan korupsi.
Pengamat kebijakan publik, Nasrul Zaman, menyatakan dukungannya terhadap upaya pengusutan dugaan korupsi dalam pelaksanaan PON XXI Aceh-Sumut.
Ia mendorong semua pihak yang memiliki data atau bukti terkait indikasi korupsi untuk segera melaporkannya kepada pihak berwajib.
“Jika ada bukti kuat terkait korupsi, seperti data-data dan dokumentasi, segera laporkan ke kejaksaan, kepolisian, atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) anti korupsi. Ini penting untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan PON,” ujar Nasrul.
Namun, Nasrul juga mengingatkan agar hal-hal yang sifatnya kesalahpahaman atau terkait keramahan dalam pelayanan kepada tamu tidak terlalu dibesar-besarkan.
Ia menekankan bahwa pernyataan yang menyebutkan Aceh tidak aman atau tidak nyaman tidaklah benar dan hanya akan merusak citra Aceh di mata nasional.
“Kita harus bijak dalam memisahkan mana yang benar-benar terkait korupsi dan mana yang hanya kesalahpahaman kecil. Jangan sampai ada narasi yang merugikan Aceh dengan menyebut daerah ini tidak aman atau tidak ramah. PON adalah kesempatan kita untuk menunjukkan yang terbaik, baik dalam prestasi olahraga maupun dalam pengelolaan keuangan,” tutupnya. [nh]