Masyarakat Diminta Kritis Hadapi Hoaks di Masa Tenang Pilkada Aceh 2024
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Azharul Husna. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, Azharul Husna, menekankan bahwa makna Pilkada damai harus diperluas, bukan hanya sebatas absennya kekerasan fisik, tetapi juga terbebas dari misinformasi, disinformasi, dan manipulasi informasi yang dapat merusak demokrasi.
Menurut Azharul, era digitalisasi informasi menghadirkan tantangan serius bagi Pilkada damai. Informasi yang salah atau sengaja disebarkan untuk memanipulasi opini publik dapat memicu polarisasi di masyarakat, yang sama bahayanya dengan kekerasan fisik.
“Ketika kita bicara tentang Pilkada damai, jangan terkurung pada definisi sempit bahwa damai berarti tidak ada kekerasan fisik. Sebab, informasi yang salah atau misinformasi juga dapat menimbulkan polarisasi di masyarakat, dan itu sangat merugikan iklim demokrasi,” ujar Azharul saat diwawancarai media dialeksis.com, Minggu (24/11/2024).
Azharul juga mengingatkan bahwa minggu tenang menjelang pemilu sering kali menjadi periode rawan penyebaran informasi palsu. Selama masa ini, upaya untuk menyebarkan informasi yang salah justru cenderung meningkat.
“Biasanya, pada masa tenang, justru muncul berbagai informasi tidak tepat yang menyasar masyarakat. Ini bisa berupa misinformasi, disinformasi, atau bahkan hoaks yang sengaja disebarkan untuk memanipulasi persepsi pemilih. Ini adalah bentuk lain dari kekerasan terhadap demokrasi,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa semua pihak, termasuk calon kepala daerah dan tim sukses, harus mematuhi aturan dan kode etik yang telah disepakati.
“Pilkada adalah proses demokrasi yang harus berjalan jujur dan adil. Jika ada pihak yang bermain dengan data atau informasi, itu bukan hanya melanggar etika, tetapi juga mengancam integritas proses demokrasi itu sendiri,” kata Azharul.
Di tengah arus informasi yang deras, Azharul menekankan pentingnya literasi digital bagi masyarakat untuk meminimalkan dampak misinformasi.
Ia mengingatkan bahwa informasi dari media sosial seperti X, TikTok, atau Instagram sering kali sulit diverifikasi kebenarannya, apalagi dengan berkembangnya teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) yang dapat memanipulasi data.
“Masyarakat harus lebih kritis dalam mengonsumsi informasi, terutama yang berasal dari media sosial. Salah satu cara paling efektif adalah dengan memverifikasi informasi tersebut ke media yang kredibel,” jelasnya.
Azharul merekomendasikan untuk mengecek informasi dari setidaknya lima hingga sepuluh media yang terpercaya agar mendapatkan gambaran yang lebih akurat.
“Memang ini membutuhkan waktu lebih lama, tetapi informasi yang didapatkan akan lebih mendekati kebenaran. Dengan begitu, masyarakat tidak menjadi korban manipulasi informasi, dan demokrasi kita juga tidak terkorbankan,” ujarnya.
Selain itu, Azharul mengimbau agar semua pihak termasuk pemerintah, penyelenggara pemilu, media, dan masyarakat bersama-sama melawan penyebaran hoaks.
“Ini bukan hanya tugas satu pihak. Penyelenggara pemilu harus memastikan regulasi ditegakkan. Media harus aktif memverifikasi dan memberikan informasi yang benar. Sementara masyarakat harus lebih cerdas dalam memilah informasi,” paparnya.
Ia juga meminta para calon kepala daerah untuk memberikan contoh yang baik dengan menghindari praktik kampanye hitam atau penyebaran informasi yang tidak akurat.
“Para calon harus menunjukkan bahwa mereka menghormati demokrasi dan masyarakat yang mereka pimpin. Jangan jadikan masa tenang sebagai kesempatan untuk menjatuhkan lawan dengan cara-cara tidak etis,” pungkas Azharul.
Azharul optimis bahwa Pilkada damai di Aceh dapat terwujud jika semua pihak mematuhi aturan dan menghormati proses demokrasi.
Dengan literasi digital yang lebih baik dan komitmen kolektif melawan hoaks, masyarakat Aceh diharapkan dapat menjalani Pilkada yang tidak hanya damai secara fisik, tetapi juga bebas dari kekerasan informasi.
“Kita semua punya peran untuk memastikan Pilkada yang damai dan demokratis. Jangan biarkan informasi yang salah mencederai hak pilih masyarakat dan masa depan demokrasi Aceh,” tutup Azharul.