Maskapai Penerbangan Garuda Indonesia Diminta Berikan Perlakuan Khusus untuk Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Pengamat ekonomi asal Aceh, Dr Rustam Effendi SE MEcon CFRM CHRA. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Seiring dengan melandainya harga Aviation Turbine Fuel (Avtur) atau bahan bakar jet yang digunakan pada pesawat terbang membuat sebagian besar maskapai penerbangan di Indonesia menerapkan harga tiket yang jauh lebih terjangkau dibanding beberapa bulan sebelumnya.
Meski demikian, harga tiket pesawat terbang terlihat masih terdapat gap yang begitu kentara antara maskapai penerbangan BUMN dengan maskapai penerbangan swasta.
Dilansir dari google flights, harga tiket pesawat Garuda Indonesia (BUMN) dari Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga tiket pesawat Batik Air (swasta).
Per tanggal 17 Januari 2023, harga tiket maskapai Garuda Indonesia dari Banda Aceh ke Jakarta bertarif Rp2.722.300, sedangkan harga tiket maskapai Batik Air senilai Rp2.074.400.
Menanggapi hal tersebut, pengamat ekonomi asal Aceh, Dr Rustam Effendi SE MEcon CFRM CHRA meminta supaya perusahaan maskapai penerbangan BUMN bisa menetapkan harga tiket dengan gap yang tidak terlalu jauh dengan maskapai penerbangan swasta, terutama untuk rute penerbangan ke Provinsi Aceh.
“Kalau bisa, janganlah gapnya itu jauh dengan swasta punya, tiket Garuda mahal tapi kenapa yang swasta ini tidak terlalu mahal? Batik nggak terlalu mahal, tapi kenapa Garuda yang BUMN malah bisa lebih mahal?” ujar Rustam mempertanyakan, Selasa (17/1/2023).
Rustam juga berharap agar PT Garuda Indonesia mempertimbangkan perlakuan khusus untuk Provinsi Aceh. Apalagi, kata dia, kilas balik sejarah Garuda Indonesia bermula dari sumbangan emas masyarakat Aceh.
“Kalau harga tiketnya terlalu mahal, dan tidak ada perlakuan khusus, maka Aceh secara tidak langsung akan terisolasi. Akan menghalangi mobilitas orang yang mau datang ke Aceh, dan bisa berimbas kepada ekonomi daerah,” jelas Rustam.
Terkait pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19, Rustam menuntut agar pemerintah melalui BUMN maskapai penerbangan memberikan perlakuan khusus kepada Aceh. Menurutnya, maskapai penerbangan BUMN harus membuat langkah-langkah ekonomis, langkah promotif yang bisa membantu perekonomian daerah Aceh.
“Tidak ada yang salah kalau Aceh meminta perlakuan khusus, wajar Aceh menuntut kok dengan menimbang kilas balik dan cikal bakal sejarah Garuda Indonesia,” tuturnya.
Di sisi lain, Rustam sebagai putra Aceh juga mengaku prihatin dengan hilangnya nukilan yang menceritakan tentang sejarah kontribusi rakyat Aceh di majalah pesawat Garuda Indonesia.
Kesedihan dirinya bertambah tatkala Garuda Indonesia menetapkan harga tiket yang sulit dijangkau masyarakat.
“Tiketnya mahal, nukilan tentang kontribusi kita dihapuskan, tidak ditulis lagi. Semestinya itu nggak boleh dibuang, itu catatan masa lalu. Bisa menjadi kenangan masa kini, anak-anak muda kita harus tahu itu,” ungkap Rustam menyesalkan hal demikian.
Sementara itu, pengamat ekonomi asal Aceh ini juga mengonfirmasi bahwa harga tiket pesawat sangat berpengaruh kepada mobilitas penumpang.
“Kalau sedikit orang yang datang ke Aceh, maka akan sulit bagi daerah untuk membangkitkan objek-objek wisata. Apalagi objek wisata di Aceh memang sangat indah dan layak dikunjungi wisatawan,” pungkasnya.(Akh)