DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Teuku Nurfaizil, alumni UIN Sultan Syarif Kasim Riau yang kini menempuh pendidikan pascasarjana Prodi Hukum Keluarga di UIN Ar-Raniry Banda Aceh mengatakan untuk menciptakan keluarga yang sakinah, setiap anggota rumah tangga baik suami maupun istri harus memahami secara utuh hak dan kewajibannya.
"Keluarga sakinah tidak tercipta hanya dengan niat baik, tetapi juga butuh pemahaman mendalam. Jika suami dan istri tidak memahami peran dan tanggung jawabnya, maka potensi konflik akan selalu ada,” ujarnya saat berbincang dengan dialeksis.com, Kamis (3/7/2025).
Ia menambahkan, banyak pasangan yang akhirnya memilih jalan perceraian karena gagal mengelola konflik rumah tangga. Akar masalahnya sering kali adalah ketidakjelasan pembagian peran.
"Misalnya soal siapa yang menafkahi, siapa yang mengasuh anak, siapa yang memimpin rumah tangga. Ini kadang menjadi perdebatan karena dianggap tidak adil atau tidak seimbang,” jelasnya.
Dalam perspektif Islam, lanjut Nurfaizil, pembagian peran suami dan istri sebenarnya sudah diatur melalui kajian fikih munakahat. Namun, realitas sosial dan budaya yang berubah membuat interpretasi dan praktiknya di lapangan menjadi dinamis.
Ia mencontohkan, saat ini tidak sedikit perempuan yang memikul tanggung jawab sebagai pencari nafkah utama, baik karena alasan ekonomi, kondisi suami yang tidak mampu, atau bahkan atas dasar keinginan mandiri secara finansial.
“Perempuan hari ini banyak yang menjadi tulang punggung keluarga. Ini tidak salah secara syariat jika didasari kesepakatan dan tetap menjaga kehormatan rumah tangga. Tetapi tetap, dalam fikih, posisi suami sebagai penanggung jawab utama nafkah harus dipahami agar tidak terjadi ketimpangan yang menimbulkan konflik,” jelasnya.
Perubahan peran ini, menurut Nurfaizil, adalah konsekuensi logis dari perkembangan zaman. Namun ia mengingatkan agar suami dan istri terus membangun komunikasi yang terbuka dan saling menghargai.
“Jangan sampai perubahan sosial mematikan ruh keadilan dan kasih sayang dalam keluarga,” tegasnya.
Ia juga menyoroti perlunya edukasi keluarga sejak sebelum menikah, misalnya melalui kursus pranikah atau kajian agama yang relevan.
Hal ini penting untuk membekali pasangan dalam memahami hak, kewajiban, dan cara menyelesaikan konflik rumah tangga. “Kalau suami-istri sama-sama paham perannya, lalu punya keterampilan komunikasi yang baik, insyaallah rumah tangga akan kokoh meski diterpa ujian,” katanya.
Teuku Nurfaizil menekankan, keluarga sakinah adalah fondasi utama masyarakat madani. Retaknya keluarga akan berdampak pada rusaknya sendi-sendi sosial secara lebih luas.
Oleh karena itu, ia berharap para pemangku kebijakan, tokoh agama, dan lembaga pendidikan semakin gencar memberikan literasi tentang keluarga dan peran suami-istri sesuai tuntunan Islam namun tetap adaptif dengan perkembangan zaman.
“Peran suami istri mungkin akan terus berkembang, tetapi nilai-nilai sakinah, mawaddah, rahmah tidak boleh bergeser,” pungkas Nurfaizil. [nh]