Beranda / Berita / Aceh / LPSK Soroti Kendala Perlindungan Korban Kekerasan di Aceh

LPSK Soroti Kendala Perlindungan Korban Kekerasan di Aceh

Kamis, 17 Oktober 2024 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Sri Suparyati, Wakil Ketua LPSK. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengajak Pemerintah Aceh untuk lebih serius dalam memberikan perlindungan kepada korban kekerasan, terutama perempuan dan anak.

Sri Suparyati, Wakil Ketua LPSK, menyoroti pentingnya pengalokasian anggaran khusus untuk menangani korban tindak pidana kekerasan, terutama di bidang medis, psikologis, dan psikososial.

Sri Suparyati menjelaskan bahwa korban kekerasan, khususnya perempuan dan anak, berhak mendapatkan berbagai bentuk perlindungan dari negara. 

"Dalam konteks perlindungan LPSK, korban kekerasan harus mendapatkan bantuan medis, psikologis, dan psikososial. Bantuan ini meliputi akses ke layanan kesehatan seperti visum dan pemeriksaan penyakit menular bagi korban kekerasan seksual, serta dukungan pendidikan bagi korban anak," ujarnya kepada Dialeksis.com, Kamis (17/10/2024).

Selain itu, korban juga berhak mendapatkan restitusi atau ganti rugi dari pelaku kejahatan. 

"Jika dana bantuan korban telah diberlakukan, ketika pelaku yang sudah diputus bersalah tidak mampu membayar ganti rugi sepenuhnya, dana bantuan korban bisa membantu memenuhi hak korban," tambah Sri.

Namun, Sri Suparyati mengakui bahwa dalam pelaksanaannya, LPSK menghadapi beberapa kendala, terutama terkait koordinasi dengan kementerian dan lembaga daerah. 

"Salah satu kendala besar adalah inisiasi dari kementerian lain. Banyak korban, khususnya yang berasal dari keluarga kurang mampu, kesulitan mengakses layanan medis seperti visum dan pemeriksaan DNA. Hal ini terutama terjadi pada kasus kekerasan seksual, di mana korban seringkali harus menjalani pemeriksaan berulang kali," ungkapnya.

Menurutnya, pemerintah daerah (PEMDA) memiliki peran penting dalam hal ini. Beberapa daerah sudah mulai mengalokasikan anggaran khusus untuk biaya medis bagi korban kekerasan.

"Contohnya PEMDA Bekasi, mereka sudah mengalokasikan anggaran khusus bagi korban tindak pidana. Ini contoh yang bagus, dan kami berharap pemerintah Aceh juga bisa mengikuti langkah ini," katanya.

Menanggapi maraknya kasus kekerasan di Aceh, terutama kekerasan seksual terhadap anak, Sri Suparyati menegaskan bahwa pemerintah Aceh perlu segera mengalokasikan anggaran khusus untuk menangani korban kekerasan. 

"Kami LPSK telah menginisiasi koordinasi dengan beberapa kementerian dan PEMDA di berbagai daerah. Setiap kali kami berkunjung, kami juga berupaya untuk bertemu dengan pemerintah daerah setempat guna membahas hal-hal penting yang terkait dengan hak-hak korban, terutama di bidang medis dan psikologis," jelasnya.

Ia menambahkan bahwa langkah koordinasi ini sangat penting untuk memastikan bahwa hak-hak korban bisa terpenuhi tanpa kendala.

"Kami berharap semua kementerian dan lembaga yang terkait dengan perlindungan korban bisa berkoordinasi dan bersinergi dengan PEMDA setempat, terutama dalam menangani korban kekerasan seksual dan anak yang membutuhkan perawatan segera," ucapnya.

Sri Suparyati menyampaikan pesan khusus kepada PJ Gubernur Aceh agar segera mengambil langkah konkret untuk memberikan layanan yang lebih baik bagi korban kekerasan di Aceh. 

Dengan adanya alokasi anggaran yang jelas, LPSK yakin bahwa korban kekerasan di Aceh dapat lebih terlindungi dan mendapatkan hak-haknya secara penuh sesuai dengan amanat undang-undang.

"Kami dari LPSK, lembaga negara yang memiliki tugas pokok perlindungan saksi dan korban, meminta PJ Gubernur Aceh untuk bisa memberikan layanan hak-hak korban atas semua tindak pidana. Ini termasuk pengalokasian anggaran khusus untuk hak medis, psikologis, dan psikososial, terutama bagi korban kekerasan seksual dan anak," tutupnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda