Minggu, 27 Juli 2025
Beranda / Berita / Aceh / Lem Faisal di Aceh Timur: Menanam Ilmu, Menyiapkan Ulama Masa Depan

Lem Faisal di Aceh Timur: Menanam Ilmu, Menyiapkan Ulama Masa Depan

Minggu, 27 Juli 2025 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Lem Faisal di Aceh Timur: Menanam Ilmu, Menyiapkan Ulama Masa Depan. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Idi Rayeuk - Di sebuah ruang sederhana di Kabupaten Aceh Timur, selama tiga hari berturut-turut, 24 hingga 26 Juli 2025, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Tgk. H. Faisal Ali hadir bukan sebagai pejabat, melainkan sebagai pendidik. 

Ia datang dengan semangat berbagi ilmu dalam kegiatan Pendidikan Kader Ulama (PKU), sebuah agenda strategis untuk merawat keberlanjutan tradisi keulamaan di daerah.

Lem Faisal begitu ia akrab disapa menjadi salah satu narasumber utama. Di hadapan 48 peserta PKU yang terdiri atas para tengku dari berbagai gampong di Aceh Timur, ia menguraikan tiga materi pokok: fikih mukaran (perbandingan fikih), ushul fikih, serta fatwa dan upaya menangkal pendangkalan akidah.

“Alhamdulillah, selama tiga hari bisa berbagi tiga bidang ilmu dengan para tengku peserta PKU se-Aceh Timur. Tidak banyak yang bisa kami sampaikan dalam setiap bidang, karena kemampuan kami juga terbatas,” ujar Lem Faisal merendah, saat berbincang dengan Dialeksis, pad Minggu (27/7/2025).

Dalam setiap sesi, Lem Faisal tak hanya mengurai teori, tapi juga membingkai diskusi dengan realitas tantangan umat hari ini. Baginya, seorang ulama masa kini tidak cukup hanya paham kitab, tetapi juga harus tanggap terhadap perubahan sosial dan ancaman ideologis yang muncul dalam bentuk pendangkalan akidah.

“Pendangkalan akidah hari ini tidak datang lewat debat terbuka, tapi masuk diam-diam melalui budaya, media, bahkan pemikiran yang dikemas modern. Karena itu, ulama harus punya daya baca terhadap zaman,” katanya.

Ia menyebutkan, kemampuan berpikir kritis dalam ushul fikih dan pemahaman lintas mazhab dalam fikih mukaran menjadi bekal penting bagi ulama masa depan. “Kita butuh ulama yang bisa menjawab tantangan masa kini dengan tetap berakar pada nilai-nilai Islam,” tambahnya.

Bagi Lem Faisal, proses mencetak ulama bukan seperti mencetak pegawai. Dibutuhkan proses panjang, penguatan moral, dan pendampingan yang konsisten. Ia menilai kegiatan PKU seperti di Aceh Timur harus menjadi gerakan berkelanjutan, bukan agenda musiman.

“Semoga Allah memberikan manfaat dari apa yang kami sampaikan, dan para tengku ini bisa menjadi kader yang kelak membimbing masyarakat dengan hikmah dan kesabaran,” ujarnya.

Ia menekankan pentingnya pola pikir kolektif dalam membangun kapasitas ulama. “Ini bukan kerja MPU semata. Pemerintah daerah, pesantren, ormas Islam, semua punya peran dalam membina ulama,” tegasnya.

Lem Faisal tak menampik bahwa tantangan dunia dakwah hari ini jauh lebih kompleks dibanding masa lampau. Teknologi, informasi, dan pergeseran nilai masyarakat membuat peran ulama semakin berat.

Namun, ia optimistis jika proses kaderisasi dilakukan dengan baik, maka Aceh tidak akan kehilangan cahaya keulamaannya.

“Kita tidak sedang mencari bintang baru, tapi sedang menjaga cahaya lama agar terus menyala. Itulah peran ulama. Menjadi pelita, bukan hanya pengajar,” ucapnya.

Di akhir pertemuan, Lem Faisal kembali mengingatkan pentingnya menjadikan forum - forum seperti PKU sebagai ruang belajar bersama, bukan panggung satu arah. 

“Kami datang bukan untuk menggurui, tapi ikut belajar bersama. Ulama bukan orang yang tahu segalanya, tapi orang yang terus mencari makna dalam segala hal,” katanya.

Kegiatan PKU di Aceh Timur itu pun ditutup dengan kesan mendalam. Bagi para peserta, tiga hari bersama Lem Faisal adalah momen langka; bagi MPU Aceh, ini adalah bagian dari misi panjang menjaga warisan keilmuan; dan bagi masyarakat, ini adalah harapan bahwa ulama masa depan tak lahir dari kebetulan, melainkan dari proses yang dirawat dengan sungguh - sungguh. [arn]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI