Beranda / Berita / Aceh / Kritik Perbankan Syariah Disamakan Anti Syariah, Siapkah Aceh dengan Moderasi Beragama?

Kritik Perbankan Syariah Disamakan Anti Syariah, Siapkah Aceh dengan Moderasi Beragama?

Selasa, 01 November 2022 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Pemerhati Agama dan Sosial Politik, Teuku Muhammad Jafar Sulaiman. [Foto: ist]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Usai seorang ketua partai di Aceh melontarkan pandangannya yang dianggap kontroversial karena mengusulkan pengembalian bank konvensional ke Aceh, timbul tajuk baru yang seksi untuk dibahas, yakni apakah Aceh sudah siap dengan moderasi beragama

Secara harfiah, moderasi beragama adalah proses ikhtiar yang tidak berkesudahan, upaya untuk bagaimana membangun cara pandang, sikap, dan praktek beragama dalam kehidupan bersama. Moderasi beragama mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan berlandaskan prinsip adil, berimbang dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan bernegara.

Menjawab hal tersebut, Pemerhati Agama dan Sosial Politik, Teuku Muhammad Jafar Sulaiman mengatakan, persoalan utama hari ini bukanlah siap atau tidak siapnya Aceh dengan moderasi beragama.

Menurut dia, moderasi beragama adalah sebuah tuntutan keharusan, karena moderasi beragama merupakan sesuatu yang diperlukan dalam hidup manusia.

Dalam beberapa hal, lanjut dia, Aceh sudah menerapkan praktik-praktik moderasi beragama.

“Moderasi beragama itu santai, tidak mengurusi berbagai perbedaan, keberagaman. Moderasi beragama itu sikap yang tidak berlebihan, tidak terlalu ekstrem dan tidak terlalu fanatis dalam menyikapi sesuatu, misalkan soal perbedaan agama atau lain-lainnya dalam kehidupan manusia,” ujar TM Jafar Sulaiman kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Selasa (1/11/2022).

Usulan Bank Konvensional dan Agenda yang Perlu Dibahas

Menurut TM Jafar Sulaiman, peristiwa kemarin hanyalah contoh sederhana dari praktik moderasi beragama. Kontroversi bank konvensional kemarin lebih kepada bagaimana cara masyarakat merespons dengan realita yang sebenarnya terjadi terkait maslahat dan mudharat pengembalian bank konvensional.

“Ketua partai yang bersangkutan kemarin kan beliau juga mengapresiasi kerja-kerja Bank Syariah Indonesia (BSI), cuman dipandang perlu peningkatan,” ucapnya.

Di samping itu, TM Jafar Sulaiman mengatakan, masyarakat Aceh dari dulu sudah terbiasa dengan bank konvensional. Dampak dari kebiasaan itu yang perlu dicari jalan keluar, misalnya soal beasiswa untuk mahasiswa, KUR Petani, dan bantuan-bantuan lainnya yang sebelumnya biasa disalurkan dari bank konvensional.

Harusnya, tegas dia, konversi bank syariah di Aceh harus disempurnakan dari awal, dipersiapkan jauh-jauh hari untuk menerapkan sistem perbankan syariah.

“Ini sebentar-bentar kita ngomong, kita akan meningkatkan pelayanan, kita upgrade lah, dan itu memalukan bagi implementasi syariah itu sendiri. seharusnya dari awal sudah siap. Masa dijadikan sesi percobaan untuk peningkatan,” tegasnya.

Kritik Perbankan Syariah = Anti Syariah?

Pemerhati Agama dan Sosial Politik itu menegaskan bahwa penyematan orang-orang yang mengkritik perbankan syariah disamakan dengan orang anti syariah adalah kesalahan besar.

Menurut dia, yang dikritik orang Aceh belakangan ini adalah kritik yang menyasar kepada pelaku implementasi, bukan mengkritik syariat Islam.

“Syariat Islam sudah ideal dan sudah bagus, ngapain kita kritik. Yang mereka kritik itu adalah tingkah polah, atau tingkah laku para pemegang kebijakan, kolaborasi agamawan misalkan, politisi atau pengusaha yang sedikit banyaknya mungkin masih ada kekurangan-kekurangan dalam agama, itu yang dikritik sebetulnya. Mana bisa kita langsung samakan dengan orang anti syariat Islam, mana bisa. Itu terlalu mengada-ngada itu,” kata dia.(Akh)


Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda