kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Kriteria PJ Gubernur Aceh Harus Punya Pikiran Terbuka dan Komunikatif

Kriteria PJ Gubernur Aceh Harus Punya Pikiran Terbuka dan Komunikatif

Kamis, 26 Mei 2022 15:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Direktur Eksekutif Katahati Institute, Raihal Fajri, M.Pd. [Foto: For Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Masa kepemimpinan Gubernur Aceh Nova Iriansyah akan segera berakhir di 5 Juli 2022.

Selanjutnya akan ditentukan pemimpin transisi menjalankan pemerintahan, dalam hal ini PJ Gubernur Aceh ditunjuk langsung pemerintah pusat. 

Direktur Eksekutif Katahati Institute, Raihal Fajri, M.Pd, mengatakan seluruh agenda pemerintah pusat harus diperjuangkan oleh seorang PJ Gubernur. 

“Agenda pusat untuk Aceh selalu sama, menentramkan dalam tanda kutip. Artinya seluruh agenda pusat harus mampu diejawantahkan oleh PJ, siapapun itu,” jelasnya kepada Dialeksis.com, Kamis (26/5/2024). 

Sebagaimana diketahui, terdapat tiga nama yang direkomendasikan oleh Kemendagri kepada Presiden sebagai calon PJ Gubernur Aceh, diantaranya: 

Dr. Drs. Safrizal Z.A., M.Si., pejabat Eselon I di Kementerian Dalam Negeri, yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri.

Dr. Ir. Indra Iskandar, M.Si., Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Ir. T. Iskandar, M.T. yaitu Inspektur Jenderal Kementerian PUPR.

Dari tiga calon kandidat itu, Raihal tidak menyebutkan langsung siapa yang layak atau tidak layak. 

Karena baginya, kriteria yang harus dimiliki oleh PJ itu harus mempunyai pikiran yang terbuka dan komunikatif, sehingga bisa membuka ruang partisipasi publik yang selama ini terkendala. 

“Ruang partisipasi publik yang selama ini dirampas dengan bisingnya hiruk pikuk ketidakharmonisan antara eksekutif dan legislator,” terangnya. 

Raihal berharap, PJ terpilih nantinya bisa menjembatani hal itu. Serta bisa memastikan perannya secara maksimal dalam proses diskusi terkait revisi Undang-undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. 

Menurutnya, agenda itu penting untuk menyelesaikan banyaknya sengkarut hukum dan kebijakan dalam pembangunan Aceh jika disandingkan dengan UU sektoral lainnya. 

“Ada banyak sekali PR terkait UUPA dan UU sektoral, UU Pemilu dan UU cipta kerja misalnya,” tutupnya. [nor]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda