Beranda / Berita / Aceh / KontraS Aceh: Rohingya Harus Dilindungi Sebagai Kelompok Rentan dan Teraniaya

KontraS Aceh: Rohingya Harus Dilindungi Sebagai Kelompok Rentan dan Teraniaya

Sabtu, 14 September 2024 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Koordinator KontraS Aceh, Azharul Husna. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Rohingya, sebuah kelompok etnis Muslim yang telah lama mengalami penganiayaan sistematis di Myanmar, kembali menjadi sorotan dalam isu hak asasi manusia. 

Menurut Koordinator KontraS Aceh (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), Azharul Husna, perlindungan bagi Rohingya bukan hanya sekedar tanggung jawab internasional, tetapi juga kewajiban moral yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat.

Azharul Husna menegaskan bahwa pandangan KontraS Aceh terhadap Rohingya berfokus pada status mereka sebagai kelompok rentan yang terdiskriminasi. 

"Pandangan kami bukan semata soal apakah mereka kelompok tersingkir, melainkan sebagai kelompok yang rentan dan menjadi sasaran pelanggaran hak asasi manusia. Ketika mereka masuk ke dalam skema-skema pelanggaran yang disebutkan tadi, mereka adalah korban yang teraniaya," jelasnya dalam wawancara kepada Dialeksis.com, Jumat (13/9/2024).

Menurut Husna, KontraS Aceh memandang pentingnya melindungi kelompok-kelompok rentan dan marginal. 

"Jika ada yang rentan, terdiskriminasi, dan secara sistematis dilumpuhkan oleh struktur negara, dilenyapkan bahkan, itu menjadi tanggung jawab kita untuk melindungi mereka. Karena ada yang hilang di sana, yakni hak asasi manusia untuk hidup dan hidup dengan martabat," tambahnya.

Azharul juga menekankan bahwa perlindungan terhadap Rohingya bukan sekadar isu politik, tetapi berbicara tentang nilai-nilai kemanusiaan yang universal. 

"Pertanyaannya, kenapa Rohingya harus dilindungi? Jelas ya, karena mereka adalah kelompok yang teraniaya dan terdiskriminasi. Ketika seseorang berada dalam kondisi rentan, di mana hak-hak dasarnya dilanggar secara sistematis oleh negara, itu menjadi kewajiban kita sebagai sesama manusia untuk memberikan perlindungan," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa kekejaman yang dialami Rohingya, termasuk genosida dan pembersihan etnis, telah menghilangkan hak-hak mereka untuk hidup bermartabat. 

"Fungsi kita sebagai masyarakat internasional adalah menjaga kemanusiaan itu. Bicara soal Rohingya adalah bicara tentang manusia, tentang hak-hak dasar yang harus dijaga. Di situlah peran kita bekerja dan membantu mereka," ujarnya.

Azharul Husna juga mengajak pemerintah Indonesia untuk lebih proaktif dalam menangani isu Rohingya. Ia berharap pemerintah Indonesia melihat ini dalam perspektif kemanusiaan. Perlindungan terhadap Rohingya harus dilihat sebagai kewajiban moral. 

Rohingya, yang kini menjadi pengungsi di berbagai negara, sangat membutuhkan perhatian, baik dalam bentuk bantuan kemanusiaan maupun kebijakan yang lebih memihak kepada hak asasi mereka.

Ia juga mengomentari upaya pemerintah terkait revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang penanganan pengungsi dari luar negeri. 

"Saat ini ada upaya revisi terhadap Perpres 125 tahun 2016. Kami berharap hasil revisinya nanti lebih baik, terutama dalam hal penanganan pengungsi, termasuk Rohingya, ke depannya. Harus ada kejelasan mengenai hak-hak mereka, baik sebagai pengungsi maupun sebagai manusia yang dilindungi oleh hukum internasional," tambahnya.

KontraS Aceh bersama organisasi kemanusiaan lainnya terus mendorong agar isu Rohingya tidak diabaikan. 

"Rohingya harus dilihat sebagai bagian dari perjuangan kemanusiaan global. Mereka adalah simbol dari penindasan yang harus kita lawan bersama. Solidaritas kita tidak hanya pada kata-kata, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata," tutup Azharul Husna.[nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda