Selasa, 02 September 2025
Beranda / Berita / Aceh / KontraS Aceh: Demonstrasi Adalah Kritik dan Cinta Negeri, Negara Jangan Merespon dengan Kekerasan

KontraS Aceh: Demonstrasi Adalah Kritik dan Cinta Negeri, Negara Jangan Merespon dengan Kekerasan

Selasa, 02 September 2025 12:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Koordinator Badan Pekerja KontraS Aceh, Azharul Husna. Foto: Naufal/Dialeksis 


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh mendukung pernyataan Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) terkait penanganan aksi demonstrasi yang menekankan penghormatan terhadap prinsip hak asasi manusia (HAM).

Koordinator Badan Pekerja KontraS Aceh, Azharul Husna, menyebut langkah KemenHAM sejalan dengan semangat demokrasi. “Kami menyambut baik sikap pemerintah yang menegaskan penanganan aksi harus menjunjung tinggi HAM. Demonstrasi adalah bagian dari kritik sekaligus wujud cinta rakyat pada negeri, sehingga negara wajib menghormatinya tanpa represi,” kata Husna kepada wartawan Dialeksis, Selasa, 2 September 2025.

KemenHAM sebelumnya menegaskan bahwa negara menghormati kebebasan berpendapat dan berkumpul secara damai sebagaimana diatur dalam Pasal 19 dan 21 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Tentu saja, kebebasan tersebut tetap harus dilakukan dengan tidak melanggar hak orang lain dan ketertiban umum.

Menurut Husna, arahan Presiden Prabowo agar aparat bertindak tegas harus dipahami dalam prinsip HAM. Ia mengingatkan aparat keamanan agar tidak menggunakan kekuatan berlebihan saat menghadapi massa termasuk kekerasan digital seperti doxing

“Menjaga keamanan penting, tapi tidak boleh mengorbankan hak sipil warga. Negara tidak boleh merespon dengan kekerasan dalam bentuk apapun, termasuk praktik police brutality,” tegasnya.

Husna menilai langkah KemenHAM membuka jalur pengaduan publik melalui call center dan melibatkan tim pemantau merupakan ide baik. Namun ia menekankan, hal tersebut tidak akan berarti jika tidak diikuti dengan reformasi institusi dan perubahan nyata dalam pola penanganan aksi.

“Kalau tidak ada pembenahan mendasar, call center hanya akan berakhir sebagai formalitas dan sia-sia belaka,” ujarnya.

Ia menambahkan, pengalaman Aceh selama masa konflik dan transisi damai memberikan pelajaran penting bahwa pendekatan kekerasan hanya memperpanjang masalah.

“Sejarah membuktikan, kekerasan negara terhadap rakyat justru memperdalam luka rakyat. Karena itu, pemerintah mesti menjadikan HAM sebagai rambu utama dalam menjaga stabilitas,” tutur Husna.

Husna juga mengingatkan bahwa penanganan aksi bukan sekadar urusan keamanan jangka pendek, tetapi menyangkut legitimasi demokrasi Indonesia di mata publik dan dunia internasional.

“Jika aparat bertindak represif, dampaknya bukan hanya hilangnya kepercayaan masyarakat, tapi juga bisa merusak citra Indonesia sebagai negara demokrasi yang menjunjung HAM,” katanya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
pelantikan padam
17 Augustus - depot
sekwan - polda
damai -esdm
bpka