DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Aceh akhirnya memberikan klarifikasi resmi terkait batalnya pelaksanaan Panggung Sumpah Pemuda 2025 yang sebelumnya dipromotori oleh Steffy Burase di Lapangan Panahan Komplek Stadion Harapan Bangsa (SHB), Banda Aceh.
Dalam pernyataannya, Kabid Pengembangan Pemuda Dispora Aceh, Masri Amin, menegaskan bahwa pembatalan kegiatan tersebut bukan karena pencabutan izin sepihak oleh Dispora Aceh, melainkan murni akibat gagalnya pihak pemohon dalam memenuhi kewajiban administratif dan retribusi daerah.
“Dispora Aceh tidak pernah mencabut izin secara sepihak. Pengguguran izin terjadi secara administratif karena pihak pemohon, DPD Gerakan Nasional Anti Narkotika (GRANAT) Aceh, tidak memenuhi kewajiban retribusi senilai Rp145.230.000 dan kelengkapan administrasi yang dipersyaratkan,” tegas Masri Amin, mewakili Plt Kepala Dispora Aceh, T. Banta Nuzullah kepada media dialeksis.com, Selasa (28/10/2025).
Masri menjelaskan, proses perizinan kegiatan ini diawali dengan permohonan resmi dari DPD GRANAT Aceh pada 12 September 2025. Setelah menelaah permohonan tersebut, Dispora Aceh mengeluarkan Surat Izin Bersyarat pada 16 September 2025.
Dalam surat itu, Dispora menetapkan sejumlah ketentuan utama, di antaranya, kegiatan harus berpedoman pada nilai-nilai syariat Islam dan kearifan lokal Aceh. Penyelenggara wajib melunasi retribusi penggunaan aset daerah sesuai Qanun Aceh tentang Pajak dan Retribusi serta tidak mengganggu jadwal latihan atlet panahan binaan Pemerintah Aceh.
“DPD GRANAT Aceh sudah menyatakan kesanggupan untuk memenuhi seluruh syarat yang ditetapkan. Namun hingga mendekati waktu pelaksanaan, mereka tidak juga melunasi kewajiban retribusi dan belum menyerahkan kelengkapan dokumen,” ujar Masri.
Dispora Aceh, lanjut Masri, tidak tinggal diam. Pada 20 Oktober 2025, pihaknya menggelar rapat koordinasi bersama Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (BPKA), Inspektorat Aceh, dan Biro Hukum Setda Aceh untuk memastikan legalitas penggunaan aset daerah.
Dari hasil rapat lintas instansi tersebut, disepakati bahwa tarif retribusi penggunaan tanah kosong milik Pemerintah Aceh sebesar Rp10.000 per meter persegi per hari, mengacu pada Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi Aceh.
“Dengan luas area yang dimohonkan mencapai 14.523 meter persegi, total kewajiban retribusi yang harus dibayar sebesar Rp145.230.000,” jelasnya.
Selanjutnya, pada 22 Oktober 2025, Dispora menyurati DPD GRANAT Aceh untuk melunasi kewajiban retribusi tersebut dan melengkapi dokumen administratif, termasuk Surat Izin Keramaian dari Kepolisian. Surat Rekomendasi dari Dinas Syariat Islam Aceh atau Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU).
Menurut Masri Amin, Dispora Aceh sebenarnya telah menyiapkan draf Perjanjian Kerja Sama (MoU) antara Pemerintah Aceh dan DPD GRANAT Aceh. Namun, dokumen tersebut tidak pernah ditandatangani karena pihak pemohon belum menyelesaikan kewajiban retribusi dan kelengkapan administrasi lainnya.
“Hingga 25 Oktober 2025, pihak GRANAT Aceh tidak juga menyerahkan bukti pelunasan maupun dokumen administrasi. Karena itu, Dispora Aceh mengeluarkan surat penegasan bahwa izin penggunaan lokasi tidak lagi berlaku,” tegasnya.
Masri menegaskan, langkah tersebut bukan bentuk penolakan terhadap kegiatan kepemudaan, melainkan tindakan penegakan tertib administrasi dan tata kelola aset daerah.
Dispora Aceh juga menanggapi pernyataan yang beredar dari pihak event organizer (EO), PT Erol Perkasa Mandiri, yang menuding Dispora mencabut izin secara sepihak.
“Seluruh proses hukum dan administrasi hanya dilakukan antara Dispora Aceh dengan DPD GRANAT Aceh sebagai pemohon resmi. EO tersebut tidak memiliki hubungan hukum apa pun dengan kami. Jadi, tudingan sepihak yang dilontarkan tidak berdasar dan tidak sesuai fakta administratif,” ujar Masri menegaskan.
Ia menambahkan bahwa setiap penggunaan aset Pemerintah Aceh harus memiliki dasar hukum yang jelas. Pihak ketiga yang tidak tercantum dalam perjanjian resmi tidak dapat mengklaim adanya hubungan kerja sama dengan instansi pemerintah.
Masri Amin menegaskan bahwa Dispora Aceh tetap berkomitmen mendukung kegiatan positif kepemudaan, kebangsaan, dan kampanye anti narkoba, selama kegiatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum dan syariat Islam yang berlaku di Aceh.
“Kami di Dispora selalu terbuka dan mendukung kegiatan yang bermanfaat bagi pemuda Aceh. Tapi semuanya harus tertib, transparan, dan sesuai dengan aturan. Ini bukan soal menolak acara, tapi memastikan tata kelola aset pemerintah berjalan akuntabel,” pungkasnya.