Beranda / Berita / Aceh / Konseling dan Trauma Healing: Solusi Pemulihan untuk Korban Pelecehan di Dayah

Konseling dan Trauma Healing: Solusi Pemulihan untuk Korban Pelecehan di Dayah

Kamis, 10 Oktober 2024 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Psikolog Tengku Sheila Noor Faraza menyampaikan konseling dan trauma healing merupakan solusi pemulihan untuk korban pelecehan seksual di dayah. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Belakangan ini, masyarakat dikejutkan oleh peningkatan kasus pelecehan seksual di sejumlah pondok pesantren atau dayah, yang seharusnya menjadi tempat aman bagi santri untuk mendalami ilmu agama. 

Tempat yang diharapkan sebagai lingkungan berpendidikan tinggi dan berakhlak kini justru menjadi arena kekhawatiran, terutama di kalangan orang tua. Mereka khawatir keamanan fisik dan psikologis anak-anak mereka terancam.

Tengku Sheila Noor Faraza, seorang psikolog yang berpengalaman dalam menangani trauma korban kekerasan, menyoroti bahwa dampak dari pelecehan ini tidak hanya akan mempengaruhi keseharian para santri di dayah, tetapi juga dapat merusak masa depan mereka secara jangka panjang. 

"Pelecehan yang terjadi sekali saja bisa menyebabkan trauma serius, apalagi jika hal tersebut berulang. Ini bisa berdampak pada perkembangan psikologis korban dan mempengaruhi pandangan hidup serta kepercayaan dirinya di masa depan," jelas Sheila.

Trauma yang dialami oleh para korban pelecehan dapat memunculkan beragam gejala, mulai dari gangguan tidur, kecemasan, ketakutan berlebihan, hingga kesulitan untuk mempercayai orang lain. 

Menurut Sheila, korban pelecehan, terutama di usia muda seperti santri, sangat rentan terhadap gangguan psikologis yang jika tidak ditangani dengan serius, dapat berlanjut menjadi masalah yang lebih berat.

"Banyak dari korban merasa malu atau takut untuk berbicara. Dalam kasus-kasus seperti ini, penting sekali ada intervensi dari pihak luar untuk memberikan dukungan psikologis. Trauma yang tidak ditangani bisa menghambat perkembangan sosial dan emosional korban, bahkan dalam jangka panjang bisa mempengaruhi masa depan mereka, baik secara akademis maupun dalam hubungan personal," tambahnya.

Untuk korban yang sudah mengalami trauma, Sheila menekankan pentingnya peran konseling dan tindakan trauma healing yang tepat. 

Proses trauma healing ini, menurut Sheila, berfokus pada bagaimana mengubah cara berpikir dan persepsi korban terhadap kejadian traumatis yang mereka alami. 

"Korban perlu dibantu untuk memproses kejadian tersebut secara sehat. Konseling bisa menjadi langkah awal, di mana korban diajak untuk mengutarakan perasaannya tanpa rasa takut atau malu. Setelah itu, trauma healing dapat membantu mereka menemukan kembali kepercayaan diri dan pandangan positif terhadap kehidupan," jelas Sheila.

Namun, Sheila juga mengingatkan bahwa proses penyembuhan tidak bisa instan. 

"Ini membutuhkan waktu dan dukungan berkelanjutan dari keluarga dan lingkungan sekitar. Penting juga untuk menciptakan lingkungan yang aman dan suportif bagi korban agar mereka merasa tidak sendirian dalam menghadapi trauma ini," ujarnya.

Selain fokus pada pemulihan korban, Sheila menekankan perlunya langkah preventif dari pihak dayah untuk mencegah pelecehan terjadi lagi. 

"Penting sekali adanya pelatihan untuk para pengajar di dayah mengenai etika dan batasan interaksi dengan santri. Sistem pengawasan internal harus diperketat, dan kebijakan yang tegas harus diterapkan jika ada laporan pelecehan," sarannya.

Sheila juga menyarankan agar dayah memiliki mekanisme pelaporan yang jelas dan aman bagi santri yang merasa terancam atau mengalami pelecehan. 

"Santri harus diberi ruang untuk melaporkan kejadian yang mereka alami tanpa takut akan intimidasi atau balasan negatif. Dengan adanya sistem yang transparan, hal ini bisa menjadi langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman," tambahnya. 

Dalam pandangannya, masalah ini tidak hanya bisa diselesaikan dengan hukuman bagi pelaku, tetapi juga harus ada perbaikan mendasar dalam sistem pendidikan dan lingkungan di dayah. 

"Orang tua menitipkan anak-anak mereka di dayah dengan harapan mendapatkan ilmu agama dan bimbingan moral yang kuat. Jika dayah tidak bisa menjadi tempat yang aman, kita akan melihat semakin banyak anak-anak yang mengalami trauma dan kehilangan masa depan mereka," tutup Sheila. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda