Konflik Gajah dan Manusia, Siddiq: Harus ada Regulasi Yang Kuat
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
Penggiat Alam dan Satwa, Muhammad Siddiq Al-Idrus. [Foto: ftr/Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Langsa - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkap 528 kasus dan 46 kasus kematian gajah di Aceh dalam kurun 2015-2021. Perburuan liar dan konflik dengan manusia menjadi pemicu tingginya angka kematian satwa dilindungi di wilayah tersebut.
Bangkai gajah Sumatera yang mati di kawasan Hutan Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh. Jumat, 5 Maret 2021. Gajah jantan tersebut ditemukan mati yang diduga akibat terkena jerat pada bagian kaki kanan. [Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas]Menanggapi hal tersebut Dialeksis.com, Sabtu (14/08/2021) menghubungi Penggiat Alam dan Satwa, Muhammad Siddiq Al-Idrus untuk diwawancara melalui via telepon.
“Masalah konflik manusia dan gajah jangan hanya melihat dan menyalahkan antara manusia dan gajah disini, kita harus melihat secara objektif dan secara keseluruhan,” ucapnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, adapun kasus mati hewan mamalia besar ini diakibatkan ada beberapa faktor, salah satunya perangkap atau jerat.
“Karena makin kesini para pelaku petani, bertani itu sudah mendekati kawasan ekosistem dan biasanya Jerat-jerat tersebut dipasang dikebun-kebun milik petani, yang mungkin jerat tersebut dimaksud untuk menjerat babi yang dapat merusak kebun. Karena gajah itu hewan yang melakukan migrasi, tidak hanya menetap pada satu tempat, bisa jadi itu awal mula terjadi konflik antara manusia dan gajah,” jelasnya.
Kemudian, dirinya menjelaskan, dalam hal ini para ranger yang ada di Aceh tentu terus melakukan upaya pembersihan trap/jebakan yang dibuat petani agar gajah tidak terkena jeratan/trap.
“Namun, disini petani juga tidak bisa disalahkan, mereka membuat trap untuk melindungi kebun mereka dari upaya perusakan hewan liar, menilik sedikit lebih dalam kematian gajah juga terjadi karena ada pemburu liar,” jelasnya.
Lebih lanjut lagi ia mengatakan, pemburuan liar ini masih sangat tinggi, kenapa bisa begitu? Karena efek jera kepada pemburu liar itu sangat rendah hukumannya di Indonesia.
“Market daripada hewan liar atau illegalmarket di Indonesia itu sangat tinggi terutama gading gajah, ini yang sangat disayangkan, kurangnya hukuman kepada para pelaku pemburu liar ini tidak meninggalkan efek jera sama sekali, sehingga terus terjadi pemburuan liar dan konfli antara manusia dan hewan liar ataupun gajah liar,” tegasnya.
Sementara itu, kata siddiq, jika petani yang berkebun masuk kedalam ekosistem yang dimaksud bisa jadi petani itu bisa saja salah. Namun, disini siddiq mengatakan, bahwa dari pihak dinas terkait sudah mempertimbangkan hal ini, jika memang bukan margasatwa, maka 70 persen itu tumbuhan hutan dan 30 persen itu untuk tumbuhan produksi oleh petani. Dalam hal ini dilakukan karena kebuh petani itu sudah mulai masuk kawasan ekosistem.
“Mungkin saat ini itu yang diterapkan oleh pemerintah, namun bisa jadi angka 30 persen itu bisa saja meningkatkan, karena setiap tahunnya adanya garapan cakupan lahan untuk bertani. Dan untuk status hutan di Aceh itu ada beberapa diantaranya itu HGO dengan HPH,” jelasnya.
Kemudian Siddiq menjelaskan kembali, sebenarnya gajah ini tidak bisa ditempatkan dalam satu kawasan ekosistem karena gajah ini hewan yang melakukan migrasi untuk mencari makan dan air ataupun sumber kehidupan.
“Untuk saat ini pawang/ranger juga masih kurang dibeberapa titik, harusnya ditambah lagi untuk menjaga kawasan agar gajah liar ini bisa dipindahkan dengan gajah-gajah yang sudah dijinakkan, karena saat ini upaya yang dilakukan untuk mengusir gajah liar itu menggunakan petasan,” ujarnya.
Adapun cara tersebut, dikatakan Siddiq, petasan yang digunakan untuk mengusir gajah liar itu bisa melukai hewan gajah atau hewan lainnya. “SOP penggunaan petasan itu Cuma sekedar untuk menakuti dan mengusir hewan liar, tapi ada juga beberapa oknum yang mengarahkan petasan ke hewan liar termasuk gajah juga sehingga melukai hewan tersebut, itu yang harusnya disosialisasi lebih,” tegasnya.
“Adapun solusi yang harusnya dilakukan pemerintah, yaitu terkait pemburu liar harusnya ada sebuah regulasi yang kuat dan memberikan efek jera kepada mereka, dan terkait konflik antar gajah dan manusia ataupun petani harus dilakukan sosialisasi terhadap lahan berkebun, penggunaan trap/jebakan dan penggunaan petasan yang sesuai SOP terkhususnya di Aceh, ini yang harusnya diperkuat oleh dinas-dinas terkait mengenai hal0hal seperti ini,” tegas siddiq dan menutup pembicaraan bersama Dialeksis.com. [ftr]