Komisioner KPI Aceh Sebut Medsos dan Siaran Televisi Pengaruhi Terjadinya Perceraian
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Foto: Ist
DIALEKSIS.COM | Aceh - Mahkamah Syariah Aceh mencatat sepanjang 2021, angka perceraian di Aceh mencapai 6.448 perkara. Dimana 1.474 putusan perkara cerai talak dan 4.974 putusan perkara cerai gugat.
Humas Mahkamah Syariah Aceh, Darmansyah Hasibuan mengatakan, kasus perceraian di Aceh meningkat dari tahun ke tahun.
Komisioner KPI Aceh, Putri Nofriza, M.Si mengatakan ada beberapa hal yang menjadi pemicu keretakan dalam rumah tangga yang pada akhirnya berujung pada perceraian.
“Yaitu dari segi ekonomi, perselingkuhan, kurang komunikasi, serta yang tak kalah juga diakibatkan media sosial dan tayangan televisi,” sebutnya saat dihubungi Dialeksis.com, Minggu (26/6/2022).
Hal-hal itu, kata dia, biasanya menjadi satu kesatuan ketika permasalahan dalam rumah tangga muncul.
“Saat ini platform media memang hampir dapat mengendalikan hidup kita, karena media terutama yang visual secara tidak langsung dapat menarik audiensnya masuk kedalam dimensi yang ditampilkan,” jelasnya.
Putri yang pernah menjabat sebagai Ketua KPI Aceh ini juga menyebutkan, hal yang menarik juga trend dari hasil tayangan televisi yang kurang mendidik, yang ditonton secara luas oleh berbagai kalangan tanpa ada bimbingan dari orang tua.
“Seperti tayangan sinetron yang tayang pada jam prime time dengan isi dari yang ditampilkan berupa eksploitasi terhadap perempuan,” ungkapnya.
Lanjutnya, dengan berbagai macam stigma yang diangkat seperti perempuan yang lemah, perselingkuhan yang dilakukan karena adanya pelakor dan ini didorong secara mendalam untuk menaikkan rating dari tayangan.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang penyiaran pada pasal 3 menyebutkan bahwa penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pasal 4 juga menyebutkan bahwa penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, control dan perekat sosial.
Dari hal itu dapat diartikan bahwa setiap tayangan yang disebarluaskan harus dapat membawa dampak positif kepada pemirsanya.
Putri yang juga menjabat sebagai pengurus Harian Wilayah Fatayat NU Aceh menyampaikan, perlu peran masyarakat untuk membentengi diri berbagai hal negatif yang tidak bisa dihindari dari platform media dan tayangan televisi.
“Kita harus bisa “melek media” atau dalam bahasa lain memilah dan memilih yang baik dari yang diberikan oleh media,” imbuhnya.
Hal ini sangatlah penting dikarenakan efek yang ditimbulkan, dan jika sudah berkeluarga yang menjadi korban utama adalah anak.
Anak adalah yang selalu mejadi korban dari perpisahan yang terjadi di dalam keluarga.
Untuk itu, kata Putri, harus adanya pendampingan kepada anak jika menggunakan platform media atau menonton televisi.
Putri juga menghimbau kepada Lembaga Penyiaran untuk terus memberikan informasi yang valid dan akurat terhadap berbagai isu yang berkembang di masyarakat dengan berbagai program acara.
“Dengan terus mengikuti rambu-rambu P3SPS yang pada akhirnya dapat memberikan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial sesuai yang diamanatkan dalam Undang-Undang Penyiaran,” tutupnya. (Nor)