Komisi I DPRA Wajib Memilih Komisioner KIA Berintegritas
Font: Ukuran: - +
Juru Bicara Pokja Untuk Integritas Rekrutmen KIA, Hafidh
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Proses seleksi Komisioner Komisi Informasi Aceh (KIA) yang saat ini sedang berlangsung menjadi salah satu sarana untuk memastikan agar kandidat Komisioner terpilih benar-benar memiliki integritas dan kapasitas untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan profesional.
Hal itu disampaikan oleh Hafidh, Juru Bicara Pokja Untuk Integritas Rekrutmen Komisi Informasi Aceh kepada Dialeksis.com, Selasa (13/10/2020).
Atas dasar itu, sebagai wujud peran serta masyarakat sipil untuk mengawal dan berpartisipasi dalam proses seleksi kandidat KIA periode 2016-2020, Pokja Untuk Integritas Rekrutmen Komisi Informasi Aceh telah melakukan pemantauan proses seleksi dan Rekam Jejak (Tracking) terhadap 30 (tiga puluh) kandidat Komisioner Komisi Informasi Aceh yang telah dinyatakan lulus seleksi tertulis oleh Tim Seleksi pada 27 Juli lalu.
Anggota Pokja terdiri dari 3 lembaga, yaitu: MaTA, LBH Banda Aceh dan Flower Aceh.
"Dari penelusuran yang telah dilakukan oleh TIM, sebagian besar dari kandidat tersebut sama sekali belum pernah bersinggungan dengan isu-isu keterbukaan informasi. Baik dilihat dari riwayat pekerjaan, pendapat atau opini yang dapat diakses oleh publik," kata Hafidh.
"Tentu, temuan-temuan ini seharusnya menjadi pertimbangan Komisi I DPRA untuk menentukan kandidat yang benar-benar berintegritas dan mememiliki kapasitas yang baik untuk dipilih," tambahnya.
Ia melanjutkan, temuan rekam jejak yang dilakukan oleh Pokja Untuk Integritas Rekrutmen Komisi Informasi Aceh ini, juga pernah diserahkan kepada panitia seleksi Komisioner KIA 2020-2024 pada Kamis, 13 Agustus 2020.
Sebagaimana diketahui, dua hari kedepan, Komisi I DPRA akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap 15 orang calon Komisioner Komisi Informasi Aceh (KIA). Ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian Komisi I DPRA, di antaranya.
Pertama; Komisi I DPRA diharapkan memilih calon Komisioner yang berintegritas. Penekanan ini penting mengingat peran strategis para Komisioner periode mendatang dalam kerangka memastikan pemenuhan hak setiap warga negara dalam atas informasi publik, khususnya di Aceh.
"Hal ini dikarenakan perannya dalam penyelesaian sengketa informasi publik sangat memerlukan sosok komisioner yang memiliki rekam jejak yang baik dan tidak cacat moral," ungkap Hafidh.
"Selain integritas, hal lainnya yang harus menjadi perhatian adalah aspek kapasitas calon komisioner KIA. Jangan sampai komisioner terpilih, sama sekali tidak punya kemampuan dan pengalaman dalam kerja-kerja mendorong keterbukaan informasi publik di Aceh," tambahnya.
Kedua; Meskipun kinerja Komisi Informasi Aceh saat ini dinilai kurang progresif dibandingkan periode sebelumnya, tetapi dipandang penting adanya minimal satu calon yang berasal dari incumbent untuk dipilih oleh Komisi I DPRA dalam uji kelayakan dan kepatutan.
"Hal ini diperlukan mengingat pengalaman di sejumlah provinsi lainnya yang saat periode komisioner yang baru, dengan anggota Komisioner yang semuanya baru, juga menimbulkan “kegoncangan” dan seperti memulai dari awal kembali kerja-kerja sebagai Komisioner," kata Hafidh.
"Tentunya pilihan tersebut harus tetap memperhatikan kapasitas dan intergritas yang baik sebagai Komisioner," tambahnya.
Ketiga; Komisi I DPRA harus mempertanyakan dan mempertegas terkait degan komitmen Komisioner KIA untuk bersediaan bekerja penuh waktu. Karena selama ini, ada Komisioner yang jelas tidak bekerja penuh waktu, totalitas dengan kewajibannya sebagai Komisioner.
"Oleh sebab itu, penting untuk mempertegas hal ini sehingga tidak ada Komisioner yang terpilih justru sibuk dengan ”kerja sampingan” atau aktivitas lainnya yang juga menyita waktu dan kosentrasinya seperti melanjutkan kuliah atau menjadi tim ahli di berbagai Badan Publik," ujar Hafidh.
Keempat; Pertimbangan keterwakilan menjadi kunci. Dari sejumlah nama calon perempuan, Komisi I DPRA harus benar-benar pula (hal yang sama juga berlaku bagi calon laki-laki) melihat kapasitas dan integritas yang baik.
"Diharapkan tetap ada minimal satu calon perempuan terpilih ke depan. Hal ini penting, selain untuk menjaga hak yang sama, namun juga bagian dari mewujudkan kelembagaan KIA periode mendatang yang lebih dinamis dan mampu membangun iklim keterbukaan informasi yang adil dan setara dalam menjalankan UU Keterbukaan Informasi Publik di Aceh," pungkasnya.