Kolaborasi Multipihak dan Lintas Sektoral, Komitmen Pemerintah Aceh Turunkan Stunting
Font: Ukuran: - +
Asisten Pemerintahan, Keistimewaan Aceh dan Kesejahteraan Rakyat, Sekda Aceh, Dr. M. Jafar, SH, M.Hum, saat membuka Pertemuan Konvergensi Pencegahan dan Penanganan Stunting di Provinsi Aceh, Selasa (13/6/2023) di Banda Aceh. [Foto: Dinkes Aceh]
DIALEKSIS.COM | Aceh - Asisten Pemerintahan, Keistimewaan Aceh dan Kesejahteraan Rakyat, Sekda Aceh, Dr. M. Jafar, SH, M.Hum, menyampaikan bahwa Pemerintah Aceh berkomitmen menurunkan dan mencegah stunting.
"Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2021 dengan membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang berfungsi mengawal serta memastikan adanya tindakan dalam upaya penurunan stunting di Aceh. Harapannya dapat menurunkan angka stunting menjadi 14 persen secara nasional di tahun 2024," tutur Jafar saat membuka Pertemuan Konvergensi Pencegahan dan Penanganan Stunting di Provinsi Aceh, Selasa (13/6/2023).
Dalam melaksanakan upaya pencegahan dan penanganan stunting di Aceh, pemerintah mengintervensi dengan fokus pada pendataan keluarga beresiko stunting, baik berupa intervensi spesifik, dan juga intervensi sensitif bersama dengan dinas terkait dalam menekan angka stunting di Aceh.
"Hal ini sesuai dengan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia (RAN PASTI)," tutur Jafar.
Percepatan Penurunan Stunting di Aceh, menjadi tanggung jawab dan prioritas bersama karena stunting mempengaruhi perkembangan otak anak yang berdampak pada gagal tumbuh dan hambatan perkembangan kognitif dan motorik.
Stunting juga dapat menurunkan produktivitas Sumber Daya Manusia pada masa yang akan datang, serta berdampak juga pada potensi kerugian ekonomi dari rendahnya produktivitas SDM.
"Penurunan stunting membutuhkan kolaborasi multi-pihak dan lintas sektor, dimulai dengan penguatan kelembagaan pengelolaan stunting dari level pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa dan lembaga non-pemerintah yang terkait", tambah Jafar.
Ia mendorong agar terbangunnya gerakan masyarakat hidup bersih dan sehat di antaranya melalui konsumsi makanan bergizi seimbang, melakukan aktifitas fisik setiap hari, dan mencuci tangan dengan sabun.
"Masyarakat juga harus rutin memeriksakan kesehatannya, baik pemeriksaan ibu hamil, pemantauan tumbuh kembang balita, imunisasi, pemeriksaan penyakit-penyakit sesuai siklus hidup," imbau Jafar.
Juknis PMT Berbahan Pangan Lokal Kaya protein hewani
Pada pertemuan tersebut Kepala Dinas Kesehatan Aceh, dr. Hanif memaparkan kepada peserta tentang Juknis PMT Berbahan Pangan Lokal untuk balita dan ibu hamil dengan masalah gizi.
Juknis tersebut digunakan digunakan sebagai acuan pelaksanaan PMT berbahan pangan lokal yang merupakan bagian dari upaya penurunan stunting dan wasting pada balita dan serta penurunan prevalensi ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK).
"Pemberian makanan tambahan berbasis pangan lokal ini bertujuan untuk meningkatkan status gizi balita dan Bumil KEK sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan," ujar Hanif.
Prinsipnya, kata Ia, adalah berupa makanan lengkap siap santap atau kudapan yang kaya sumber protein hewani dengan memperhatikan gizi seimbang.
"Lauk hewani ini dapat bersumber dari 2 macam sumber protein yang berbeda, misalnya telur dan ikan, telur dan ayam atau telur dan daging. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan kandungan protein yang tinggi dan asam amino esensial yang lengkap," jelas Hanif.
Pada Balita dengan masalah gizi (balita berat badan tidak naik, balita berat badan kurang, dan balita gizi kurang), makanan ini diberikan setiap hari selama 4-8 Minggu dengan komposisi sedikitnya satu kali makanan lengkap dalam satu minggu dan sisanya kudapan. Sedangkan pada ibu hamil KEK diberikan selama 120 hari.
Pemberian makanan ini harus disertai dengan edukasi implementasi makanan bergizi seimbang isi piringku. Jadi pemberiannya harus disertai dengan edukasi baik berupa penyuluhan, demo masak makanan bergizi dan juga konseling.
"Sasaran penerima makanan tambahan berbasis pangan lokal ini adalah balita berat badan tidak naik, balita berat badan kurang, dan balita gizi kurang dan Ibu hamil KEK dan yang berisiko KEK di Aceh. Harapannya agar angka Stunting dapat di tekan di Aceh," pungkas Kadinkes Aceh.
Pertemuan tersebut turut dihadiri oleh para kepala Dinas Kesehatan, Kabid Kesehatan Masyarakat dari utusan dari Sekdakab dari 23 Kabupaten Kota di Aceh, perwakilan Unicef, Darma Wanita Persatuan, TP-PKK, BKKBN dan lintas sektor terkait lainnya. [DKA]