Selasa, 18 November 2025
Beranda / Berita / Aceh / Ketua Muhammadiyah Aceh Tegaskan Millah Abraham Tak Boleh Hidup di Tengah Masyarakat

Ketua Muhammadiyah Aceh Tegaskan Millah Abraham Tak Boleh Hidup di Tengah Masyarakat

Senin, 17 November 2025 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh, A. Malik Musa, S.H., M.Hum. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh, A. Malik Musa, S.H., M.Hum, menegaskan bahwa keberadaan ajaran Millah Abraham di Aceh tidak dapat ditoleransi karena telah dinyatakan sesat dan bertentangan dengan fatwa resmi ulama. 

Pernyataan ini disampaikan kepada media dialeksis.com, Senin, 17 November 2025, menyusul temuan terbaru Pemerintah Aceh yang kembali mengidentifikasi aktivitas jaringan tersebut di Bireuen dan Aceh Utara.

Menurut Malik Musa, posisi Muhammadiyah Aceh sangat jelas: aliran yang telah ditetapkan sesat tidak boleh hidup di tengah masyarakat.

“Aliran sesat itu namanya saja sudah sesat. Tidak boleh hidup di tengah-tengah masyarakat. Yang boleh berkembang hanyalah ajaran yang sesuai dengan fatwa MUI atau MPU. Di luar itu, tidak bisa ditolerir,” tegasnya.

Pernyataan tegas Malik Musa datang setelah Tim Terpadu Pengawasan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Pemerintah Aceh menemukan kembali indikasi aktivitas jaringan Millah Abraham pada 10-11 November 2025. 

Meski telah lama dibubarkan secara nasional, kelompok ini disebut terus beradaptasi dengan gerakan yang lebih senyap, terstruktur, dan memanfaatkan teknologi digital.

Di Gampong Samuti Rayeuk, Kecamatan Gandapura, Bireuen, tim menemukan aktivitas mencurigakan dari Harun Ar Rasyid (60) dan anaknya Mercusuar (27). Keduanya tinggal di rumah sewa sederhana dan dikenal sangat tertutup.

Geuchik setempat, Muntasir, mengaku warga hampir tidak mengenal aktivitas sosial Harun. “Dia tidak pernah mengikuti kegiatan gampong, dan anak-anaknya pun belajar di rumah secara online,” ujarnya.

Dalam pemeriksaan di kediaman mereka, tim menyita tiga unit laptop dan jaringan Wi-Fi yang diduga menjadi sarana koordinasi internal kelompok. Informasi awal menyebutkan bahwa setiap peserta pertemuan internal mendapatkan uang saku sebesar Rp300.000, indikasi adanya upaya perekrutan bawah tanah.

Pemantauan juga dilakukan di Aceh Utara. Seorang pria bernama Nazari A. Djalil kembali teridentifikasi sebagai simpatisan aktif Millah Abraham. Menurut Plt. Kabid Wasnas Kesbangpol Aceh Utara, Hery Sofia Darma, Nazari dikenal sebagai sosok keras kepala.

“Ia bahkan pernah menantang staf KUA Tanah Jambo Aye saat diberikan pembinaan. Ada momen ketika ia diamankan di teras Masjid Al-Hanafiah bersama sejumlah pengikutnya, namun tetap menolak bertobat,” kata Hery.

Saat ini, keluarga Nazari berada dalam pengawasan aparat gampong dan pemerintah setempat. Situasi tetap kondusif, namun warga meningkatkan kewaspadaan untuk menghindari penyebaran ajaran tersebut.

Melihat temuan ini, Malik Musa menilai penting bagi Pemerintah Aceh, aparat keamanan, dan ulama untuk mengambil respon cepat dan tegas agar penyebaran ajaran sesat ini tidak kembali berkembang.

“Regulasi kita sudah jelas. MPU dan MUI telah memberi fatwa. Tugas pemerintah memastikan tidak ada ruang bagi paham menyimpang untuk merekrut atau mempengaruhi masyarakat,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa masyarakat Aceh memiliki fondasi kuat dalam pemahaman agama, namun tetap berpotensi menjadi sasaran kelompok yang bekerja secara sembunyi-sembunyi.

“Paham-paham seperti ini sering menyasar masyarakat yang sedang menghadapi masalah ekonomi, pendidikan, atau minim akses informasi. Karena itu, pencegahan harus dilakukan secara komprehensif,” tutupnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI