Ketua ISMI Aceh: Pemerintah Harus Lakukan Kajian Yang Komprehensif Terkait UMKM
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
Ketua Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI) Aceh, Nurchalis, S.P, M.P. [Foto: Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - PPKM yang diperpanjang membuat sektor UMKM terus menghela nafas dan berpikir keras bagaimana cara menstabilkan siklus laju ekonomi agar dapat terus berputar semana mestinya.
Menanggapi hal tersebut Dialeksis.com, Sabtu (07/08/2021) menghubungi Ketua ISMI Aceh, Nurchalis untuk diwawancara melalui via telepon.
Dirinya mengatakan, Pandemi dan PPKM ini diibaratkan seperti Simalakama, ‘Maju kena, Mundur juga kena’.
“Jadi ada dua sisi yang harus menjadi prioritas dan target yang harus dipenuhi dan target yang harus diselesaikan. Dari sisi kesehatan harus diminimalisir penyebarannya dan disatu sisi lain, ekonomi dan perut rakyat harus dipikirkan, dan ini harus disikapi dan diambil kebijakan oleh pemerintah dengan sangat hati-hati,” ucapnya.
Kemudian ia mengatakan, PPKM yang terus berjalan dan belum tahu kapan berakhir tentu saja sudah menurunkan eskalasi penurunan pandemi tapi tidak secara signifikan. Akan tetapi, dari sisi sektor ekonomi, terutama dari ekonomi menengah kebawah yang didominasi oleh usaha-usaha kecil ini terjadi guncangan yang luar biasa.
“Salah satu guncangannya ini adalah penurunan daripada pendapatan dari usaha itu sendiri akibat dari daya beli masyarakat, karena adanya keterbatasan dan penyekatan-penyekatan yang dilakukan pemerintah (PPKM),” kata Nurchalis.
Lebih lanjut ia mengatakan, satu sisi pemerintah harus menyelamatkan jiwa dan satu sisi pemerintah memikirkan perut rakyat, dan ini menjadi kondisi yang sangat pelik untuk kita semua.
“Disatu sisi kita dukung penyelamatan jiwa ini oleh pemerintah, dan disatu sisi UMKM ini tidak boleh mati atau down. Dan disini UMKM kita ini seperti terbiarkan, walaupun pemerintah disini sudah memberikan bantuan ke rekening mereka, namun ini tidak signifikan dan terupdate secara baik, dalam arti kata masih banyak sebagian UMKM kita yang belum dapat bantuan tersebut,” tegasnya.
Nurchalis menambahkan, ada beberapa langkah strategis kebijakan yang diramu secara komprentif dan strategis oleh pengambil kebijakan untuk menyikapi PPKM yang sudah berjalan sampai saat ini.
“Saya lihat disini tentu ada langkah-langkah, dan juga saya meilhat juga untuk apa ada UMKM jika mereka tidak dapat beraktifitas? yang notabenenya mereka-mereka yang mendapat pendapatannya akibat kehadiran konsumen. UMKM ini menghasilkan produk tetapi nilai jualnya dan produksinya semakin berkurang, akibat apa? Karena tidak ada konsumen yang membeli daripada produk yang dihasilkan. Itu menjadi masalah dan menjadi dinamika saat ini,” ucapnya.
Selanjutnya dirinya menjelaskan, dari siklus tersebut bila tidak ada buyer itu malah membuat penurunan pendapatan dan menambah kemiskinan. Namun, disini kita berbicara atas pendapatan UMKM yang dilakukan karena adanya kehadiran konsumen. Ini ada beberapa cara, bukan saja diberikan kelunakan dan proteksi investasi UMKM agar dapat bertahan, akan tetapi ada skema yang bisa disusun sedemikian rupa dengan tetap menerapkan Protokol Kesehatan (Protkes).
“Ataupun diberikan aturan secara ketat, sehingga UMKM mendapati nilai-nilai yang menyemangati dalam berusaha atau berdagang,” tukasnya.
Lanjutnya Nurchalis menjelaskan kembali lebih lanjut, “Dalam kontelasi Aceh hari ini yatu daya beli itu berkurang, karena bisa begitu? Karena akibat dari siklus mau itu mikro atau makro tidak berjalan secara maksimal sehingga ini mempengaruhi sektor UMKM itu sendiri. Contohnya, sekarang masih banyak Cafe yang buka sampai jam 9 malam, tapi masyarakat sudah malas untuk keluar. Karena, terlalu cepat waktu pembatasan berada dicafe atau tidak ada pendapatan sama sekali oleh masyarakat, kita di Aceh mengandalkan Otsus, tapi uang tender saja tidak berjalan di Aceh, dan bahkan belum terserap sampai 50% di Aceh itu juga termasuk memperlemah sektor juga, jadi saran saya kajian-kajian yang komprehensif itu harus dilakukan oleh pemerintah, sehingga sektor UMKM hidup kembali dengan adanya proteksi kebijakan, proteksi pemodalan, dan proteksi pengetatan harus dilonggarkan sedikit sehingga usahanya dapat berjalan secara normal dan usaha tidak tutup, kemudian lapangan kerja tetap terbuka dan tidak terjadi pengurangan karyawan, dan UMKM dapat meingkat produktifitas,’ tutupnya kepada Dialeksis.com.[ftr]