Ketua IDI Aceh Nilai RUU Kesehatan Omnibus Law Berdampak Saling Curiga
Font: Ukuran: - +
Reporter : Alfi Nora
Ketua IDI Provinsi Aceh, Dr dr Safrizal Rahman. [Foto: Ist.]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meminta agar pembahasan RUU Kesehatan dihentikan dan tidak diteruskan. IDI juga berharap penolakan yang masif atas RUU ini dari para dokter, tenaga kesehatan, mahasiswa kedokteran, dan kesehatan, akan menjadi perhatian serius bagi pemerintah.
Menanggapi hal itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Aceh, Dr dr Safrizal Rahman mendukung seruan PB IDI untuk tidak meneruskan pembahasan RUU Kesehatan.
Dirinya menjelaskan, dalam UU Omnibus law ini, tenaga medis dan tenaga kesehatan bisa dituntut dengan sangat mudah oleh pasien.
"Hal itu seolah-olah tenaga medis dan tenaga kesehatan adalah penjahat, sementara UU Advokat mengatakan bahwa advokat tidak dapat dituntut atas niat baiknya dalam menangani perkara, Anggota DPR juga punya hak yang sama, tapi tidak dengan tenaga medis dan tenaga kesehatan," ujarnya kepada Dialeksis.com, Senin (10/4/2023).
Di samping itu, kata dr Safrizal, akan berdampak pada hubungan antar tenaga medis dan tenaga kesehatan dengan pasien akan saling curiga, bukan saling percaya, akibatnya akan berlaku pengobatan berbiaya tinggi.
PB IDI menyoroti beberapa ketentuan dalam RUU Kesehatan yang dianggap merugikan kepentingan masyarakat, antara lain tentang pengaturan profesi kesehatan, pembiayaan kesehatan, dan pengadaan obat dan alat kesehatan. PB IDI berpendapat bahwa ketentuan-ketentuan tersebut dapat mengancam hak-hak pasien dan kesejahteraan dokter.
PB IDI berharap bahwa pemerintah dapat mendengarkan suara masyarakat dan memperhatikan kekhawatiran yang disampaikan oleh PB IDI.
PB IDI juga mengajak seluruh masyarakat untuk bersatu dalam memperjuangkan hak-hak mereka dalam bidang kesehatan dan memastikan bahwa pembahasan RUU Kesehatan dilakukan dengan transparan dan memperhatikan kepentingan. [NOR]