Ketua IDI Aceh Dukung Program 2.500 Beasiswa Dokter Spesialis pada 2024
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Aceh, Dr dr Safrizal Rahman. [Foto: dok Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyediakan 2.500 kuota beasiswa untuk pendidikan dokter spesialis pada 2024. Budi memprioritaskan untuk dokter spesialis penyakit jantung, stroke, kanker, dan ginjal.
Budi menyebut Indonesia tertinggal dari negara lain dalam menghasilkan dokter spesialis. Misalnya, Inggris dalam satu tahun paling sedikit mencetak 15 ribu dokter spesialis baru. Sementara Indonesia paling banyak hanya 2.900 dokter spesialis.
Oleh karena itu, kata Budi, pemerintah ingin menggenjot dokter spesialis baru untuk memenuhi pelayanan kesehatan masyarakat.
Menanggapi hal itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Aceh, Dr dr Safrizal Rahman mendukung program Kemenkes yang memberikan beasiswa pendidikan bagi dokter spesialis.
"Jadi ingat teman saya di Malaysia yang mengambil pendidikan spesialis semuanya di tanggung kementrian kesehatan dan undang-undang kesehatan mereka mengajar islam hal tersebut," ujarnya kepada Dialeksis.com, Senin (10/4/2023).
Saat ini, sambungnya, Indonesia lagi menyusun undang-undang Omnibuslaw kesehatan, harapannya pembiayaan sekolah spesialis ini juga masuk kedalam undang-undang tersebut, sehingga jangan terkesan hanya bersifat temporer saja.
Senada dengan Menkes Budi, dr Safrizal juga mendukung penuh upaya percepatan peningkatan spesialis, tetapi tentu saja dilakukan dengan cara benar dan terstruktur.
"Karena dokter spesialis harus memiliki pengetahuan, skill dan juga nurani, kita mencetak dokter bukan tukang, yang keduanya sangat berbeda, hari ini sebenarnya dr spesialis di Indonesia menumpuk di pulau jawa, tentu saja prinsip ada gula dan ada semut terjadi," ungkapnya.
Menurutnya, seandainya pemerintah memberikan penghargaan yang pantas, kesempatan yang luas, serta fasilitas dan keamanan bagi dokter yang bertugas di pedalaman, mungkin ceritanya akan berbeda.
"Kita masih ingat banyak dokter yang bekerja di pedalaman merasa keamanannya tidak terjamin, bahkan terbaru dr mawar tewas secara mengenaskan di Papua. Tentu ini sangat merugikan kita," imbuhnya.
Ia juga membeberkan dalam 3 tahun terakhir, Kemenkes dan Kemendikbud sudah merancang percepatan dokter spesialis dengan academic health system, harusnya ini dijalankan dulu untuk beberapa lama baru dievaluasi.
"Saya pikir dengan cara ini bisa meningkatkan jumlah produksi spesialis hingga 3 kali lipat dari sekarang," pungkasnya. [nor]