Beranda / Berita / Aceh / Ketua Dewan Kesenian Aceh Kritik Rancangan Qanun Kebudayaan

Ketua Dewan Kesenian Aceh Kritik Rancangan Qanun Kebudayaan

Sabtu, 05 Oktober 2024 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Ketua Dewan Kesenian Aceh, Dr. Teuku Afifuddin, M.Sn. Foto: Net


DIALEKSIS.COM | Aceh - Ketua Dewan Kesenian Aceh, Dr. Teuku Afifuddin, M.Sn., mengkritik keras Rancangan Qanun (Raqan) Pemajuan Kebudayaan Aceh yang dinilai penuh dengan kejanggalan. Menurut Dr. Afifuddin, draf Qanun tersebut seolah-olah dibuat tanpa merujuk pada sejumlah regulasi turunan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

"Sangat janggal dan aneh ketika membaca draft Raqan ini. Dari awal hingga akhir, terlihat adanya indikasi pemufakatan jahat yang merugikan banyak pihak," ujar Dr. Afifuddin kepada Dialeksis (05/10/2024) saat dihubungi.

Ia menyoroti beberapa kejanggalan dalam draf tersebut, antara lain tidak dimasukkannya dua produk hukum penting yang merupakan turunan dari UU No. 5 Tahun 2017, yaitu Permendikbud No. 45 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah, dan Perpres No. 65 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyusunan Strategi Kebudayaan, serta Perpres No. 114 Tahun 2022 tentang Strategi Kebudayaan.

"Kedua produk hukum ini seharusnya dimasukkan, baik pada bagian menimbang maupun mengingat. Namun, anehnya, draf tersebut seakan mengabaikan hal itu," tambahnya.

Selain itu, Dr. Afifuddin juga menilai bahwa Pemerintah Aceh seolah-olah tidak memerlukan keberadaan Dewan Kesenian Aceh yang telah dibentuk sejak 1983. Hal ini ditunjukkan dengan absennya peran Dewan Kesenian Aceh dalam dokumen penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Aceh.

"Raqan ini seakan mempertegas keinginan Pemerintah Aceh untuk mengabaikan aturan yang sudah jelas. Dalam Permendikbud No. 45 Tahun 2018 dan Perpres No. 114 Tahun 2022, Dewan Kesenian adalah mitra strategis pemerintah dalam pemajuan kebudayaan," tegasnya.

Dr. Afifuddin juga mengungkapkan bahwa ada upaya dari pihak tertentu untuk membentuk Dewan Pemajuan Kebudayaan yang dianggap sebagai bentuk pelecehan terhadap pemerintah pusat dan pembangkangan terhadap undang-undang yang berlaku.

"Ini adalah tindakan yang tidak menghargai peran dan eksistensi Dewan Kesenian yang sudah diakui secara nasional. Pembentukan lembaga baru ini merupakan usaha untuk membekukan Dewan Kesenian Aceh yang selama ini telah bekerja keras untuk seni dan budaya Aceh, meski minim dukungan operasional dari pemerintah," lanjutnya.

Dewan Kesenian Aceh bersama ribuan seniman di seluruh Aceh menyatakan penolakan tegas terhadap Raqan Pemajuan Kebudayaan tersebut. Mereka juga meminta agar Pj. Gubernur Aceh membekukan tim penyusun draf Raqan dan melakukan evaluasi terhadap kerja serta penggunaan anggaran tim tersebut.

"Menurut kami, tim ini tidak layak dan terkesan ada permainan dalam pembentukannya," pungkas Dr. Afifuddin.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI