Beranda / Berita / Aceh / Ketika Tentara Berbagi Ilmu Mengambangkan Ulat Maggot

Ketika Tentara Berbagi Ilmu Mengambangkan Ulat Maggot

Senin, 15 November 2021 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Bahtiar Gayo

Sebagian orang mungkin jijik dengan jenis ulat belatung ini. Apalagi ketika dia bergerak. Namun bagi sebagian orang ini adalah sumber rejeki. Bukan hanya membantu ekonomi dalam menyiapkan pakan ternak, namun sangat ramah lingkungan.

Sampah sayur mayur dan buah-buahan bisa menghasilkan uang. Peternak baik ikan atau ayam tidak lagi harus mengeluarkan biaya yang tinggi dalam menyiapkan pakan, mereka bisa mengolah sendiri atau menjual hasil pengembangan pakai dari sayur mayur dan buah-buahan ini.

Berbagi ilmu dan tak kenal lelah, itulah yang dilakukan Serda Lhokseumawe Babinsa yang berdinas di Koramil 29/Langkahan, Kodim 0103/Aceh Utara.

Dia sudah banyak berbagi ilmu dalam mengembangkan maggot ( keluarga ulat belatung) kepada warga Aceh Utara, Lhokseumawe dan Aceh Timur.

Kali ini, Senin 15/11/2021, giliran santri dan santriwati penghuni pesantren Tahfidzul Quran Yatim Piatu dan Dhuafa Hidayatullah di Desa Cot Dua Nisam, Kecamatan Blang Karieng, Kabupaten Aceh Utara yang mendapat berkah ilmu ini.

Bukan hanya memberikan ilmu untuk mengembangkan maggot di pesantren ini, namun Danramil Nisam Kodim 0103/Aceh Utara, Kapten Czi Teguh Suswantono, menyiapkan fasilitas untuk peternakan maggot ini.

Apalagi, menurut Danramil Teguh Suswanto dayah tersebut merupakan pesantren binaanya. Dia berkewajiban membantu para santri dalam mengembangkan kreatifitasnya, membantu perbaikan ekonomi.

“Pengembangan maggot selain dapat menjaga kebersihan lingkungan, sekaligus dapat meningkatkan ekonomi. Para santri akan memiliki penghasilan, khususnya untuk keperluan pesantren,” sebut Teguh, dalam keteranganya kepada Dialeksis.com.

Menurut Serda Syamsuddin yang mengajarkan cara budidaya ulat maggot, mengembangkan ulat ini caranya sangat mudah. Para santri pada saat jeda, atau istrahat belajar, bisa melakukan aktivitas mengembangkan maggot.

Maggot atau belatung merupakan larva dari lalat Black Soldier Fly (Hermetia Illucens, Stratimydae, Diptera) atau BSF. Meskipun keluarga lalat, namun ukuran BSF yang dikenal sebagai lalat tentara ini, lebih panjang dan besar.

Maggot tidak menularkan bakteri, penyakit, bahkan kuman kepada manusia. Maggot berguna secara ekologis dalam proses dekomposisi bahan-bahan organik. Maggot mengonsumsi sayuran dan buah.

Tidak hanya buah dan sayuran segar, maggot pun mengonsumsi sampah sayuran dan buah. Karenanya manggot sangat cocok digunakan dalam pengelolaan sampah organik. Sebanyak 10.000 maggot dapat menghabiskan 1 kg sampah organik dalam waktu 24 jam. Maggot sangat cepat berkembangbiak.

Selain bermanfaat untuk mereduksi sampah organik, maggot pun mempunyai nilai ekonomis, yaitu bisa menjadi sumber pakan ternak dan menjadi pupuk. Maggot mengandung protein tinggi dan kandungan gizi yang baik untuk pakan ikan dan unggas. Maggot memiliki kadar protein sekitar 43% jika dalam keadaan utuh, sedangkan jika dijadikan pelet kadar proteinnya antara 30% sampai 40%.

Maggot lebih menguntungkan sebagai pakan ternak, karena lebih cepat berkembangbiak dan cepat bisa dipanen. Dari menetas sampai bisa digunakan menjadikan panak ternak, waktunya hanya sekitar 17 hari.

Sementara itu, sampah organik yang tidak termakan oleh maggot, tetap bisa dimanfaatkan sebagai sumber kompos atau pupuk organik. Meskipun dari limbah sampah organik, namun pupuk yang dihasilkan tidak berbau, jelas Serda Syamsuddin.


Pakan ternak dan pupuk yang dihasilkan dari maggot sangat cocok untuk peternakan dan pertanian organik. Penggunaan maggot bisa menekan penggunaan pakan dan pupuk berbahan kimia.

Ikan, ayam pedaging hingga sayur yang menggunakan maggot, lebih sehat dibanding komoditas yang sama di pasaran karena semuanya organik.

Pihak pesantren dapat membudidayakan ikan dan ayam, karena sumber pakanya sudah dihasilkan oleh kreatifitas santri dalam mengembangkan maggot. Biaya untuk pakanya tidak lagi terlalu mahal, sebut Serda Syamsuddin.

“Saya ingin anak-anak santri ini, selain memiliki ilmu agama yang cukup juga memiliki keterampilan usaha agar nantinya mampu hidup mandiri. Selain itu tentunya mereka bisa menambah gizi dari daging ikan dan ayam yang mereka pelihara sendiri dan pakannya dari ulat maggot yang memiliki protein tinggi,” sebut Syamsuddin.

Maggotnya bisa digunakan untuk pakan ternak dan bisa dijual yang memiliki nilai ekonomi, sementara kompos yang dihasilkan maggot dapat dijadikan pupuk yang juga sangat membantu pertanian.

Apalagi saat negeri ini dibalut pandemi, tentunya sangat mempengaruhi penurunan ekonomi masyarakat. Namun tantangan itu harus dijawab dengan kreatifitas dan mampu memanfaatkan situasi untuk perbaikan dan kebangkitan rakyat di negeri ini.

Serda Syamsuddin sudah berbagi ilmu mengembangkan maggot, bahkan untuk santri ini pihak Danrami menyiapkan fasilitasnya. Semoga santri di sana bukan hanya ahli dalam mengembangkan maggot, namun mereka bisa membantu perbaikan ekonomi.*** Bahtiar Gayo


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda