Kepala Ombudsman Aceh Soroti RSUDZA, Layanan IGD Kerap Timbul Masalah
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Kepala Ombudsman perwakilan Aceh, Dian Rubiyanti. [Foto: dok pribadi]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Perwakilan Ombudsman Aceh, Dian Rubianty, SE Ak, MPA mengatakan, 14 komponen standar pelayanan publik berdasarkan perintah UU Nomor 25 Tahun 2009, di Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUDZA) sebagian besar sudah dipenuhi namun perlu terus dioptimalkan.
Dian menjelaskan, setiap tahun Ombudsman menerima laporan terkait layanan RSUDZA. Ombudsman memandang adanya laporan terhadap layanan yang diselenggarakan institusi tertentu tidak serta merta menunjukkan layanan RSUDZA itu buruk. Banyaknya laporan dapat pula diartikan bahwa RSUDZA hadir dan bekerja, namun dalam memberikan layanan masih belum memenuhi harapan.
"Jadi dari laporan masyarakat, kita dapat melakukan evaluasi untuk melihat bagaimana agar dapat bekerja optimal. Peningkatan kualitas layanan adalah tugas bersama yang harus terus kita upayakan," jelasnya kepada Dialeksis.com, Rabu (5/4/2023).
Pada Akhir tahun 2022, Ombudsman RI Perwakilan Aceh melakukan pertemuan dengan pihak manajemen RSUDZA. Dalam pertemuan tersebut dibahas terkait pelayanan rumah sakit, beberapa laporan yang masuk pada Ombudsman serta kendala-kendala yang dihadapi RSUDZA.
Dalam pertemuan itu, Dian menyampaikan beberapa keluhan yang disampaikan masyarakat diantaranya layanan di IGD, antrian saat pendaftaran pasien jika sistem mengalami kendala, sarana dan prasarana yang rusak, parkir, antrian saat pengambilan obat, transparansi informasi ketersediaan kamar dan tidak adanya unit pengaduan yang langsung bisa menangani keluhan.
Terkait layanan IGD, Direktur Utama RSUDZA Dr. Isra Firmansyah, S.PA menjelaskan, kendala utama pada IGD yaitu ada pada kapasitas IGD yang terbatas dan seringnya mengalami over capacity. Status RSUDZA yang merupakan RS rujukan tertinggi sehingga tidak dapat menolak pasien meskipun kondisi penuh.
Hal menarik yang Ombudsman cermati, yaitu satu fakta terkait status RSUDZA sebagai RS rujukan tertinggi tidak dapat menolak pasien meskipun kondisi penuh. Hal ini tentu sangat berpotensi menimbulkan masalah-masalah lain terutama pada segi kualitas layanan.
"Ketika pasien di IGD penuh, tapi pasien terus datang dan tidak bisa ditolak. Akhirnya pasien ditangani di bed darurat. Ini pasti menimbulkan komplain, layanan jelas tidak prima," sebutnya.
Selanjutnya, kata Dian, pasien yang ditangani pada bed darurat melihat ada bed-kosong. Mengapa saya ditempatkan di bed darurat? Pasien tidak tahu bahwa bed tersebut harus ada yang dikosongkan terkait sistem triase. Muncul komplain juga.
"Over capacity di IGD tapi tidak boleh menolak pasien menyebabkan pasien lama tertangani petugas medis, juga menyebabkan komplain. Selain itu, petugas medis yang kelelahan berpengaruh pada kualitas layanan yang diberikan pada pasien. Juga ketersediaan kamar rawat untuk pasien dengan BPJS/JKA serta regulasinya," jelasnya lagi.
Ombudsman berpendapat dari hal-hal tersebut akan menyebabkan aduan untuk layanan RS akan terus ada, namun menjadi tugas bersama agar dengan kondisi saat ini, potensi keluhan dapat tetap diupayakan untuk diminimalisir.
Dian menyampaikan beberapa saran perbaikan jangka pendek atau kasuistis termasuk langkah-langkah yang dapat dilakukan. Utamanya pada pengelolaan unit pengaduan di RSUDZA agar dapat dioptimalkan. Karena seringnya aduan/permasalahan ada karena misinformasi.
Pertama, terkait antrian pengambilan obat, Ombudsman menegaskan perlu segera ada langkah konkrit untuk sistem antrian.
Kedua, terkait parkir, RSUDZA sudah berupaya cukup baik. Sudah dapat dilihat bersama adanya petugas parkir yang membantu mengarahkan parkir dan perluasan areal parkir. Diharapkan, masyarakat juga membantu dengan mengikuti aturan yang ditetapkan, sehingga areal untuk kedaruratan selalu siap pakai dan ada kenyamanan bersama.
Dian menjelaskan, perbaikan jangka menengah perlu terus meningkatkan kualitas layanan rumah sakit di kota/kabupaten ataupun fasilitas kesehatan lain serta agar segera disusun prosedur tetap terkait rujukan terintegrasi antar rumah sakit regional di Aceh, sehingga ada skala prioritas terhadap urgensi dan emergensi pada setiap pasien yang dirujuk ke RSUDZA.
Sementara untuk perbaikan jangka panjang, kata Dian, menjadi PR besar pemerintah Aceh Jika bicara tentang akses layanan kesehatan secara menyeluruh di Aceh, publik memerlukan kehadiran rumah sakit umum regional di wilayah pantai timur, pantai barat selatan dan Aceh bagian tengah.
Di samping itu, Ombudsman terus bersinergi untuk mewujudkan pelayanan publik yang baik. Saat ini kita sudah terbangun Focal Point di beberapa fasilitas Kesehatan termasuk di RSUDZA.
Focal Point ini adalah bentuk koordinasi cepat penanganan keluhan dengan manajemen RSUZA, sehingga diharapkan keluhan yang disampaikan masyarakat bisa segera ditangani.
"Misalnya, masyarakat memberitahu kami terkait keluhan pintu dan kamar mandi yang tidak bisa digunakan di salah satu poli. Kami segera konfirmasi dan langsung mendapat respon cepat dari pihak rumah sakit untuk segera diperbaiki," pungkasnya. [nor]