Kepala ARC-PUIPT Nilam Aceh: Jangan Sembarangan Gunakan Nilam dalam Parfum
Font: Ukuran: - +
Reporter : Baga
Foto: Ist
DIALEKSIS.COM | Aceh - Kepala Atsiri Research Center (ARC)-PUIPT Nilam Aceh Universitas Syiah Kuala Dr. Syaifullah Muhammad, meminta kepada pengusaha untuk tidak sembarangan menggunakan nilam dalam parfum.
“Pengusaha parfum jangan ikut-ikutan trend menggunakan nilam untuk parfum tanpa proses purifikasi. Jangan juga klaim sembarangan menggunakan nilam dalam parfum,” pinta Ketua Badan Pengembangan Bisnis USK, menjawab Dialeksis.com, Minggu (27/3/2022).
Menurut Syaifullah Muhammad, pengusaha jangan menggunakan nilam untuk parfum tanpa proses purifikasi. Selain itu jangan juga mengklaim sembarangan mengunakan nilam dalam parfum. Ketika di chek saat menggunakan Instrumen canggih Gas Chromatografi Mass Spectroscopy (GCMS) ternyata tidak ada kandungan nilam dalam parfum mereka.
“UMKM perlu jaga kejujuran dalam bisnis. Jika tidak mengerti tentang teknologi purifikasi nilam, datang ke ARC agar kita ajarkan,” sebut Dosen Jurusan Kimia Fakultas Teknis USK ini.
Menurutnya, bisnis parfum selama pandemi makin meningkat. Banyak parfum lokal mengalami peningkatan penjualan. Ada trend self love selama pandemi dimana orang-orang lebih peduli, melindungi dan memanjakan diri sendiri dengan aromatik dan wangi-wangian.
Arus bahan baku minyak wangi impor juga tidak terkendala, sehingga industri parfum lokal makin berkembang. Selain itu pengetahuan pengusaha lokal tentang parfum makin meningkat, sehingga mampu meracik dengan kombinasi aroma dan fiksatif (pengikat aroma) berbahan lokal seperti minyak nilam.
“Adanya gerakan nasional penggunaan produk dalam negeri dan harga produk parfum lokal yang lebih terjangkau juga membuat parfum produksi lokal makin berkembang,” jelasnya.
Perhatian pemerintah untuk industri produk turunan atsiri masih perlu banyak ditingkatkan. Selama ini atsiri Indonesia yang luar biasa, hampir seluruhnya diekspor dalam bentuk crude oil (minyak mentah) sehingga yang mendapatkan nilai tambah adalah pihak luar, kata dia.
“Seharusnya sekitar 20% atsiri Indonesia diproses di dalam negeri dalam bentuk produk turunan seperti parfum. Untuk itu pemerintah perlu fokus pada pengembangan teknologi proses, rumah kemasan, branding dan marketing serta sertifikasi produk-produk turunan,” sebut Syaifullah Muhammad.
Untuk itu sinergi lintas kementrian atau lintas Dinas di tingkat propinsi perlu ditingkatkan. Juga pemerintah perlu bersinergi lebih baik lagi dengan perguruan tinggi, lembaga riset dan dunia usaha.
“Skema pendanaan perlu dirancang sedemikian rupa agar komoditi lokal sebagai salah satu bahan pembuat parfum misalnya, bisa tersentuh pembinaan dari hulu ke hilir,” pinta Syaifullah Muhammad.
Dijelaskanya, pola yang dikembangkan oleh ARC-PUIPT Nilam Aceh USK melalui Nilam, from seed to seal bisa direplika.
Menurutnya, perlu peningkatan teknologi yang memberikan keunggulan kompetitif dari produk parfum. Pengusaha lokal perlu dilatih teknologi ekstraksi, destilasi, purifikasi dari bahan alam agar dapat digunakan sebagai campuran parfum yang menghasilkan keunikan aroma, tahan lama (long lasting) dan aman bagi masyarakat.
“Sebagai contoh adalah penggunaan nilam sebagai fiksatif parfum. Jangan gunakan minyak nilam langsung dari masyarakat sebelum dipurifikasi. Minyak nilam dari masyarakat masih banyak disuling secara tradisional dengan menggunakan drum bekas dengan air proses yang berasal dari sumur atau sungai,” sebutnya.
Cara ini, menurut Syaifullah, menyebabkan minyak nilam masyarakat banyak mengandung impurities (pengotor) termasuk kandungan logam berat seperti besi. Ini berbahaya bagi kulit kalau langsung digunakan tanpa purifikasi.
“Bisnis parfum sangat terkait dengan public Image. Jadi kuncinya adalah pada kualitas dan branding. Banyak produk parfum lokal yang berkualitas tapi gagal dalam branding,” jelasnya.
UMKM pada industri parfum perlu dibantu agar branding produk mereka lebih baik. Ini tidak mudah dan tidak murah. Pemerintah dan profesional harus terlibat.
Untuk itu, Syaifullah berharap, pengusaha parfum jangan ikut-ikutan trend menggunakan nilam untuk parfum tanpa proses purifikasi.
Jangan juga klaim sembarangan menggunakan nilam dalam parfum mereka padahal saat kita check menggunakan Instrumen canggih Gas Chromatografi Mass Spectroscopy (GCMS) ternyata tidak ada kandungan nilam dalam parfum mereka.
“UMKM perlu jaga kejujuran dalam bisnis. Jika tidak mengerti tentang teknologi purifikasi nilam, datang ke ARC agar kita ajarkan. Kami siap membantu,” sebutnya. (Baga)