Kementan Tetapkan Empat Jenis Ternak Aceh Sebagai Rumpun Ternak Lokal
Font: Ukuran: - +
Kepala Dinas Peternakan Aceh, Zalsufran, ST, M.Si. [Foto: Humas Aceh]
DIALEKSIS.COM | Aceh - Kementerian Pertanian Republik Indonesia telah menetapkan empat kekayaan sumber daya genetik hewan Aceh yaitu Sapi Aceh, Kerbau Simeulue, Kerbau Gayo, dan Kuda Gayo sebagai plasma nutfah yang harus dipertahankan keberadaannya.
Penjelasan tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Peternakan Aceh Zalsufran, di ruang kerjanya, Rabu (30/8/2023).
“Aceh memiliki empat kekayaan sumber daya genetik hewan atau ternak lokal, yaitu sapi Aceh, kerbau Simeulue, kerbau Gayo, dan Kuda Gayo yang merupakan plasma nutfah yang harus dipertahankan keberadaannya. Bahkan Menteri Pertanian RI telah menerbitkan Surat Keputusan terkait keempat jenis ternak jenis ruminansia ini,” ujar Zalsufran.
Kadisnak menambahkan, penetapan Sapi Aceh menjadi Rumpun Sapi Aceh berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2907/Kpts/OT.140/6/2011. Sedangkan Kerbau Simeulue ditetapkan menjadi Rumpun Kerbau Simeulue, melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 579/Kpts/SR.120/4/2014.
Selanjutnya, Kuda Gayo ditetapkan menjadi Rumpun Kuda Gayo melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1054/Kpts/SR.120/10/2014. Terakhir, Kerbau Gayo ditetapkan menjadi Rumpun Kerbau Gayo melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 302/Kpts/5/2017.
“Dengan penetapan keempat jenis hewan ini sebagai rumpun ternak lokal yang berkekuatan hukum, maka rumpun ternak tersebut perlu ditangani secara lebih baik melalui upaya pelestarian, peningkatan mutu genetik dan produktivitasnya dalam program manajemen mutu. Hal tersebut bertujuan untuk menghasilkan Sapi Aceh, Kerbau Simeulue, Kerbau Gayo dan Kuda Gayo sebagai ternak bibit yang berkualitas dan berstandar,” kata Zalsufran.
Ia menjelaskan, salah satu aspek penting dalam proses produksi usaha ternak potong adalah ketersediaan bibit yang sesuai standar. Oleh sebab itu, standar bibit ternak perlu ditetapkan sebagai acuan pemangku kepentingan dalam upaya pengembangan ternak lokal di Bumi Serambi Mekah.
Kadisnak mengungkapkan, dari keempat jenis ternak lokal ini yang sudah mempunyai Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah Sapi Aceh dengan nomor SNI 7651-3:2022, Bibit sapi potong - Bagian 3: Aceh, yang dalam bahasa Inggris berjudul Beef Cattle Standard - Part 3: Aceh, merupakan revisi dari SNI 7651-3:2020, Bibit sapi potong - Bagian 3: Aceh.
Sementara ternak Kerbau Simeulue, Kerbau Gayo telah diajukan Rancangan SNI nya oleh Tim Dinas Peternakan Aceh, yang bekerja sama dengan Tim Pusat Riset Sapi Aceh dan Ternak Lokal Universitas Syiah Kuala. Saat ini, pengajuan tersebut telah dibahas bersama Badan Standarisasi Instrumen Pertanian, Badan Standarisasi Nasional, Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak Kementerian Pertanian serta Komite Teknis Perumusan Standar Nasional Indonesia 65-16 Bibit dan Produksi Ternak.
“Alhamdulillah, hasilnya diterima dan dapat dilanjutkan ke tahap jajak pendapat, sebelum terbitnya SNI dari Badan Standarisasi Nasional. Kita tentu optimis, SNI Kerbau Simeulue dan Kerbau Gayo bisa terbit tahun ini,” imbuh Zalsufran.
Dirinya menambahkan, Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan salah satu cara menjaga kualitas benih dan bibit ternak. Benih dan bibit ternak yang belum memenuhi SNI akan menyebabkan penurunan kualitas genetik ternak dimasa depan. Selain itu, SNI merupakan sarana perlindungan bagi konsumen terhadap benih dan bibt ternak yang tidak berkualitas.
Penetapan keempat jenis ternak asal Aceh sebagai rumpun ternak lokal ini, merupakan salah satu amanah dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 juncto Undang-Undang nomor 41 tahun 2014. Penetapan tersebut bertujuan untuk melindungi ternak lokal dalam upaya peningkatan kuantitas dan kualitas bibit ternak di Indonesia.
“SNI Bibit Ternak disusun untuk memberikan jaminan kepada konsumen dan produsen terkait mutu bibit ternak, meningkatkan produktivitas dan meningkatkan kualitas genetik ternak. Setelah memiliki SNI, kita optimis minat peternak dalam beternak, menata manajemen peternakannya dan mendukung program pemerintah. Dengan demikian, ternak lokal milik masyarakat peternak akan semakin berperan dalam memenuhi kebutuhan daging dalam negeri,” pungkas Zalsufran. [HA]