Kembangkan Pertanian Modern di Banda Aceh, Family Hydro Farm Sukses Produksi Selada Hidroponik
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akil Rahmatillah
Pemilik Family Hydro Farm Boboy. Foto: for Dialeksis
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Berawal dari hobi dan bermodalkan kuota internet, Boboy, pemuda kelahiran Lhokseumawe berhasil mengembangkan tanaman selada sistem hidroponik dengan omzet jutaan rupiah per minggu.
Pemilik Family Hydro Farm ini menceritakan awal mula dirinya bergelut di dunia hidroponik sejak tahun 2014 lalu. Saat itu, ia melihat tanaman hidroponik di beranda Youtube-nya kemudian tertarik untuk mencoba berkebun.
"Waktu itu saya baru selesai kuliah, karena ibu di rumah suka tanam bunga, saya bantu beliau. Setelah itu terbesit apa yang bisa ditanam lalu bisa mengasilkan uang, searching lah di youtube,” tutur pria bdengan nama asli Teuku Juniardi kepada dialeksis.com, Rabu, (28/2/2024).
Berbekal pengetahuan yang didapat dari internet tersebut, ia mencoba untuk menanam tanaman selada di halaman rumahnya dengan bermodalkan enam paralon. Setelah berhasil, pada tahun 2023 lalu ia kemudian mulai mengembangkan tanaman tersebut dengan menyewa lahan seluas 25x8 meter dengan total modal sebesar Rp100 juta.
Disebutkan dari 2800 lobang tanam hidroponik, dirinya bisa meraup omzet Rp3 juta sampai Rp 7 juta per minggu. Selain dijual di tempat dan diambil oleh masyarakat, Selada tersebut juga banyak dipasok ke pedagang kebab dan burger hingga restoran di kawasan Banda Aceh dan Aceh Besar.
"Kalau ke hotel, kita belum masuk. Supermarket seperti Suzuya, Simpanglima Grocery, itu mereka sudah punya pemasok," ungkap Boboy.
Adapun harga jual selada ini dijual dengan harga Rp 25 ribu per kilogram, sementara untuk per ikat dijual dengan harga Rp5 ribu. Akan tetapi biasanya pera pembeli lebih memilih membeli per kilogram.
Diakui Boboy, kendala yang dialami pada awal terjun ke usaha ini ialah terkait permodalan, karena biaya instalasinya yang sangat tinggi, sehingga untuk permodalan ia merasa sedikit kesulitan.
“Contohnya kita beli talang air, satunya itu bisa sampai Rp 80 rb, kali 200 talang, kan Rp 16 juta juga tu belum lagi beli media tanamnya, listrik dan sebagainya,” ujarnya.
Selain itu, pria lulusan Universitas Syiah Kuala ini mengatakan, kendala lainnya ialah terkait pemasaran, karena masih sulit mengedukasi konsumen bahwa sayur hidroponik ini lebih bersih dan sehat dibanding sayur konvensional.
“Budaya beli masyarakat kita itu masih harus dapat banyak tapi harga yang murah, jadi mereka lebih mau beli di pasar karena Rp 5 ribu itu bisa dapat 2 ikat. Sedangkan kita 1 ikat Rp5 Ribu,” ujarnya.
Diakui Boboy, permintaan selada dengan sistem hidroponik semakin meningkat, bahkan dirinya mengaku kewalahan untuk memenuhi permintaan pasar karena hasil panen belum begitu banyak.
"Alhamdulillah semakin hari permintaan semakin banyak. Terkadang rasanya tidak bisa memenuhi permintaan pasar, namun Alhamdulillah ada keluarga, ada abang sepupu yang bantu," pungkasnya.
Boboy berujar, untuk saat ini selain menjual selada, Family Hydro Farm juga menyediakan nutrisi untuk tanaman hidroponik. Kedepannya ia berharap Family Hydro Farm bisa menjadi pemasok kebutuhan tanaman hidroponik. Untuk itu, dia juga mengatakan kebun hidroponik yang berada di Mireuk, Aceh Besar ini sangat terbuka untuk investor.
“Kedepannya akan merekrut karyawan ketika orderan sudah diatas 50 Kg per hari. Siapapun yang mau inves ya silakan, kita sangat welcome,” ujar Boboy.
- Modernisasi Pertanian: Kunci Majukan Dunia Pertanian dan Mensejahterahkan Petani
- Amiruddin Dorong Revolusi Pertanian Modern di Aceh Barat untuk Tingkatkan Kesejahteraan Petani
- Dukung Ketahanan Pangan, Kodim 0104/Atim melanjutkan Program I’M Jagong
- Mentan Amran Sebut Bantuan Peningkatan Pertanian untuk Aceh Rp176 Miliar