kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Kekerasan Terhadap Anak Meningkat di Banda Aceh Sepanjang 2020, KPPAA Sampaikan Ini

Kekerasan Terhadap Anak Meningkat di Banda Aceh Sepanjang 2020, KPPAA Sampaikan Ini

Kamis, 31 Desember 2020 18:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar
Wakil Ketua KPPAA, Ayu Ningsih. [IST]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sepanjang tahun 2020, kasus kekerasan fisik dan seksual terhadap anak di Banda Aceh mengalami peningkatan. Polresta Banda Aceh melaporkan, terjadi kenaikan dari 21 kasus (2019) menjadi 32 kasus.

Wakil Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA), Ayu Ningsih menyayangkan dengan peningkatan kasus kekerasan anak di Banda Aceh.

"Sangat disayangkan terjadinya kasus kekerasan terhadap anak. Apalagi kasus yang mencuat itu paling banyaknya kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak yang pelakunya adalah orang-orang terdekat si anak," ujar Ayu kepada Dialeksis.com, Kamis (31/12/2020).

Ia menilai kurangnya sosialisasi hukum Perundang-Undangan tentang Perlindungan Anak dan Qanun Jinayah menjadi penyebab bertambahnya kasus kekerasan di Aceh.

"Seharusnya di ke depankan sosialisasi UU Perlindungan Anak dan Qanun Jinayah. Supaya semua pihak tahu, masyarakat tahu, dan anak-anak juga tahu harus melapor ke mana jika terjadi kekerasan dan pelecehan terhadap dirinya," jelasnya.

Selain itu, Ayu menyampaikan membiarkan anak berselancar ria di internet tanpa pengawasan juga berbahaya. Karena internet adalah cikal-bakal terjadinya pelecehan terhadap si anak. Anak-anak dengan pemikiran yang masih berkembang tidak bisa memilah mana yang benar untuknya dan mana yang salah.

"Tanpa sepengetahuan orang tua, si anak kadang-kadang ada yang berpacaran di luar sana. Ada anak yang kemudian mengirim foto bugilnya sehingga dengan foto tersebut digunakan pelaku untuk memeras korban," ujarnya.

Selain internet, pandemi juga menjadi alasan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Menurutnya, orang tua yang depresi dengan kondisi pekerjaannya selama dialihkan bekerja di rumah menjadi tertekan secara psikologis dan akhirnya melampiaskan kepada anaknya.

"Orang tua juga ada yang depresi. Ada yang kehilangan pekerjaannya, penambahan beban kerja baru, dan mengajari anak-anaknya di rumah. Tekanan-tekanan yang seperti ini harusnya tidak boleh menjadi alasan bagi orang tua untuk melegalkan kekerasan anak," katanya.

Kemudian, Wakil KPPAA itu menuturkan, kunci hubungan harmonis dalam keluarga ialah saling berkomunikasi, mendengarkan curhat si anak, menumbuhkan kesabaran dalam diri orang tua, dan saling melindungi.

Ayu berharap supaya di tahun 2021 agar tidak ada lagi laporan-laporan tentang kasus kekerasan anak di Aceh.

"Kita berharap kalau bisa sih kekerasan terhadap anak itu enggak ada. Walaupun secara logika itu hal yang mustahil, tapi tidak ada hal yang mustahil kalau misalnya kita saling bekerja sama untuk melakukan penguatan di berbagai sektor tingkatan seperti di keluarga dan lingkungan masyarakat untuk kita perkuat lagi," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda