Kehadiran Unicef Tidak Berdampak Signifikan Bagi Penanggulangan Stunting di Aceh
Font: Ukuran: - +
Tim penanganan dan pencegahan stunting Aceh Dr. Nasrul Z., ST., M.Kes. Foto: Ist
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tingkat kerawanan stunting (gizi buruk) di Aceh sudah sangat mengkhawatirkan. Tim penanganan dan pencegahan stunting Aceh Dr. Nasrul Zaman, ST, M.Kes menyebutkan setiap 3 bayi Aceh, 1 orang dipastikan mengalami stunting.
"Berdasarkan data Riskesdas 2018, 38 % anak Aceh mengalami stunting," ucap Nasrul Zaman kepada Dialeksis.com, Jumat, (8/11/2019).
Dia menjelaskan penyebab stunting bisa bermacam-macam, namun yang paling beresiko terjadi pada 1000 hari kehidupan pertama. Misalnya, kata Nasrul, ibu hamil yang kurang yodium, kurang zat besi, kurang asupan gizi, dan lingkungan buruk (masalah sanitasi)
"Bahayanya dari anak yang mengalami stunting 1000 hari kehidupan pertama adalah tumbuh otaknya yang tidak berkembang. Ini anak kalau sudah besar akan kalah bersaing secara ekonomi, kesehatan, sosial dan pendidikan," ujar dia.
Untuk meminimalisir terkena stunting, sebut Nasrul, saat 1000 hari kelahiran pertama, si ibu yang sedang hamil harus terus memantau perkembangan kesehatan sang anak.
"Si ibu yang sedang hamil harus sudah mengetahui mana anak yang berpotensi mengalami stunting. Harus kasih asupan gizi, jaga lingkungan, BAB tidak sembarangan, dan sebagainya," jelas dia.
Lebih lanjut Nasrul mengkritisi tentang program penanggulangan stunting yang dilakukan Unicef. Menurut dia, dalam membangun basis program lembaga dunia yang focus pada isu pendidikan itu tidak mengajak pihak terkait, baik Bappeda, dan dinas terkait lainnya.
"Mereka main pada level atas (pelaksana) sehingga tidak menyentuh masyarakat," terang dia.
Keadaan itu, sambung Nasrul, berakibat tidak efektifnya program penanggulangan stunting yang dijalankan Unicef. Dalam pandangannya, kehadiran Unicef belum membawa dampak yang signifikan terhadap pemberantasan stunting di Aceh.
"Sumber daya mereka juga terbatas hanya pada 4 Kabupaten di Aceh, itu pun diwilayah yang penduduknya minim. Tapi kalau dilaksanakan di Aceh Timur misalnya yang dari awal beresiko, atau Aceh Utara, Pidie, dan Aceh Besar. Itu kan menarik. Ini di Aceh Jaya, yang kecil-kecil," ujar dia.
Apalagi, sambung dia, saat ini ada program strategis nasional untuk penanggulangan stunting di 10 Kabupaten.
"Ayo kita duduk, dimana mereka mau bekerja di 10 Kabupaten ini. Dimana peran pemerintah Aceh, dimana peran yang lain," terang dia.
Meski melibatkan NGO, lanjut Nasrul, program yang dikerjakan Unicef tidak sesuai dengan desain yang sudah disepakati.
"Dulu salah satu program kesehatan sempat saya susun konsepnya, tapi yang dikerjakan tidak sesuai dengan usulan kawan-kawan (NGO) itu. Program yang jalan ternyata yang di desain oleh Unicef sendiri. Makanya levelnya diatas," tegas dia.
Untuk tahun 2020, dia mengajak Unicef untuk membicarakan kembali tentang konsep dan formula yang tepat bersama tim penanggulangan stunting. Nasrul pun meminta Unicef untuk melibatkan LSM di Aceh sebagai mitra
"Saya lihat mereka (Unicef) kurang berani mempercayakan pada mitranya untuk bekerja dilapangan. Harusnya dibangun partnership. Jangan diperlakukan sebagai anak buah. Mitra di Aceh kok diposisikan sebagai anak buah. Saya yakin, LSM-LSM di Aceh ini sudah jago semua kok," tutur Nasrul Zaman.