kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Kehadiran Buzzer Merusak Sikap Saling Hormat

Kehadiran Buzzer Merusak Sikap Saling Hormat

Sabtu, 13 Februari 2021 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Aceh Utara - Kehadiran buzzer dalam perkembangan politik di tanah air merusak sikap saling menghormati anak bangsa. Hal itu disampaikan Kepala Biro Harian Serambi Indonesia, Jafaruddin Yusuf, dalam bedah buku Media Relations Kontemporer yang ditulis Dosen Ilmu Komunikasi, Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh Utara, Masriadi Sambo, Sabtu (13/2/2021). 

Buzzer yang tampil di laman media sosial lalu menyerang individu demi membela kepentingan tertentu dinilai merusak tatanan demokrasi dan sikap utama bangsa Indonesia yaitu saling menghargai.

"Sikap dasar orang Indonesia itu saling menghargai perbedaan. Karena itulah, semua suku bersepakat mendirikan bangsa ini, bergabung dalam NKRI. Ini yang abai dari para buzzer ini," katanya.

Sementara itu, penulis buku Media Relations, Masriadi Sambo, menyebutkan sesungguhnya jika konsep narasi tunggal yang dicanangkan Presiden Joko Widodo sebagai landasan komunikasi publik negara dengan rakyat berjalan efektif, buzzer tak diperlukan.

"Hanya perlu memaksimalkan biro komunikasi publik kementerian/lembaga negara saja. Menyusun narasi yang bagus agar publik paham. Sehingga praktik blunder salah ucap, salah data dari pejabat publik tak membingungkan rakyat," katanya.

Dia menilai, tim komunikasi negara gagal menyusun narasi apik untuk menyakinkan publik bahwa kebijakan pemerintah sudah benar. 

"Perlu ketelitian dan kecerdasan tim komunikasi itu untuk menyusun narasi dan menyakinkan rakyat. Bukan sebaliknya, menggunakan buzzer sehingga gaduh dan kita kehilangan substansi dari arah kebijakan negara," terangnya.

Di sisi lain, Presiden Jokowi meminta agar dikritik. Namun sebaliknya UU ITE yang kerap menjerat pelaku kritik masih berlaku.

"Saya sepakat negara perlu mengatur soal penggunaan media sosial. Namun saya tidak sepakat perbedaan pendapat dipenjara, bisa jadi diatur cukup dengan denda tertentu. Bukan dengan penjara," pungkasnya.

Diskusi yang digelar lewat zoom meting itu mengulas bagaimana hubungan lembaga negara dan perusahaan dengan jurnalis atau institusi media massa. Hadir sebagai pemandu diskusi editor senior Penerbit Prenada Group Jakarta. Selama dua jam, diskusi ini berlangsung alot.

Keyword:


Editor :
Fira

riset-JSI
Komentar Anda