Kawasan Ekosistem Lueser Yang Hancur Menjadi Perhatian Serius Mapala Se Indonesia
Font: Ukuran: - +
Reporter : Baga
DIALEKSIS.COM| Takengon- Ratusan Mahasiswa pecinta alam (Mapala) dari seluruh Indonesia yang berkumpul di Takengon dalam kegiatan TWKM ke 33, menaruh perhatian besar pada eskosistem Leuser. Dimana hutan yang menjadi paru-paru dunia ini kondisinya dari kehari hari mengalami kerusakan.
“Mapala seluruh Indonesia bertekad untuk menyelamatkan Leuser. Gaung penyelamatan Leuser akan dikumandang ke seluruh penjuru bumi. Hutan di disentral dan arah tenggara, selatan Aceh ini harus diselamatkan,” kata Rahmat Rizki, ketua panitia pelaksana TWKM ke-33, Mapala Se Indonesia.
Menurut Paddle, sandi rimba yang disandang Rahmat Rizki, Mapala seluruh Indonesi sangat prihatin dengan kondisi Kawasan ekosistem Leuser, dari hari kehari tingkat kerusakanya terlihat jelas. Adanya pembalakan liar, ekploitasi sumber energy mineral, serta tejadinya pembakaran hutan.
Dampak dari kerusakan itu sangat membawa pengaruh pada ekosistem, muncullah konflik antara manusia dengan satwa liar seperti gajah, harimau, beruang dan lainya. Keberadaan orang hutan dan badak Sumatera juga semakin terancam.
Kerurasakan itu sangat berdampak pada masa depan. Apalagi kondisi hutan yang setiap harinya semakin berkurang. Bila hal ini dibiarkan terus, bukan hanya menghasilkan kerusakan lingkungan dan membawa petaka kepada manusia, namun juga sudah menghilangkan habitat asli ekosistem Leuser.
“Melihat kondisi ini, para Mapala yang mengikuiti kegiatan Temu Wicara Kenal Medan (TWKM) nantinya akan mengeluarkan sejumlah rekomendasi yang menjadi perhatian serius pemerintah dalam upaya penyelamatan hutan, khususnya Leuser,” sebut Paddle.
Kegiatan TWKM ke 32 yang baru pertama sekali diadakan di Aceh, merupakan anugerah bagi Leuser, karena gaung penyelamatanya disuarakan oleh Mapala seluruh Indonesia. Dimana Mahagapa (Mahasiswa Gajah Putih Pecinta alam) menjadi tuan rumah, sejak 13 sampai 18 November 2023 ini.
Ratusan Mapala yang hadir di Takengon bukan hanya mengikuti agenda temu wicara, namun saat ini para Mapala ini sedang “bersemayam” di puncak Gunung Kelietan, gunung yang bersejarah di Gayo, dengan ketinggian 2930 mdpl.
Disana para Mapala ini bukan hanya melakukan penghijauan namun melakukan observasi, pendataan, apa saja kekayaan alam yang dikandung Bur Keliten, disebelah tenggara Danau Lut Tawar.
Sementara itu, Eliyin, Rektor Universitas Gajah Putih (UGP), bukan hanya mendukung penuh kegiatan TWKM se Indonesia yang dipusatkan di Takengon. Namun Rektor ini sangat berharap dengan adanya kegiatan Mapala se Indonesia di Takengon, bukan hanya mengangkat isu lingkungan agar menjadi perhatian, namun merupakan momen memperkenal Aceh Tengah ke dunia luar.
Tentunya, pinta Eliyin, kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan juga semakin meningkat, bagaimana mereka menjaga dan melestarikan lingkunganya.
“Agenda Mapala ini diharapkan bukan hanya meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya kepada generasi muda dalam menjaga lingkunganya, namun UGP semakin dikenal seluruh Indonesia, Aceh Tengah juga akan semakin terkenal, tentunya bermuara demi kemajuan daerah,” sebut Eliyin.
“Kegiatan TWKM XXXIII di Universitas Gajah Putih, adalah Implementasi dari Tri Darma Perguruan Tinggi. Ada pengabdian, pendidikan dan penelitian. Sudah barang tentu kegiatan yang turut menentukan masa depan bangsa ini harus didukung semua pihak,” sebut Eliyin.