Kautsar Muhammad Yus Cerita Kedekatannya Dengan Mendiang Almarhum Teungku Faisal Ridha
Font: Ukuran: - +
Reporter : nora
[Foto: For Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Politisi Partai Demokrat Aceh, Kautsar Muhammad Yus menceritakan kedekatannya dengan sosok almarhum Teungku Faisal Ridha, Kautsar dengan almarhum menempuh pendidikan S1 di UIN Ar-Raniry.
“Kami berasal dari kampus yang sama, IAIN Ar-Raniry. Secara senioritas, beliau beberapa tingkatan diatas saya,” tulisnya dalam postingan Facebook pribadi yang dikutip Dialeksis.com, Jumat (25/3/2022).
Almarhum mengambil kuliah di fakultas Ushuluddin sedangkan Kautsar di Syariah. Pertama kali mereka saling mengenal pada tahun 1997, bersama Taufik Abda dan teman-teman lintas fakultas lainnya terlibat dalam tim sukses pemenangan Syarifuddin Abe sebagai Ketua Senat Mahasiswa Institut (SMI). Untuk sekarang disebut Presiden Mahasiswa.
“Gerakan tersebut berhasil dan kami sama-sama masuk dalam kepengurusan SMI yang dilantik langsung oleh Rektor Prof. Safwan Idris,” ucapnya.
Sejak era itu, lanjutnya, Almarhum Faisal Ridha sudah menunjukkan pikiran-pikiran oposisi terhadap kekuasaan orde baru. Perawakannya yang tenang dan sopan membuat narasi kritis yang disampaikan dalam pertemuan-pertemuan mahasiswa terdengar lembut, tidak berapi-api sehingga mampu diterima oleh teman-teman mahasiswa lain yang saat itu sedang belajar berani mengkritisi rezim Soeharto.
“Perawakannya bila dibanding dengan saya; bak siang dan malam. Saya lebih agitatif dan berapi-api dalam menyampaikan pendapat sehingga sering mengundang ketakutan teman-teman yang lain. Biasa Teungku Faisal sering membantu menjelaskan dengan lebih lembut dan tenang setiap narasi-narasi panas yang saya sampaikan sehingga terdengar biasa, sederhana serta aplikatif,” tulisnya lagi.
Suatu ketika di akhir tahun 1997 Teungku Faisal berkunjung ke Jogya. Tahun itu Jogya adalah kota perlawanan mahasiswa. Narasi anti orde baru terdengar nyaring disana.
Sepulang dari Jogya, ia semakin aktif menjajakan pikiran-pikiran kritis ala Jogya di kampus IAIN Ar-Raniry. Bagi Kautsar secara pribadi merasa seperti menemukan teman.
Sejak itu, SMI IAIN Ar-Raniry menjadi corong gerakan. Terjalinlah gerakan konsolidasi antar lintas kampus di Aceh dan ujung-ujungnya demontrasi anti orde baru sampai Soeharto turun.
“Gerakan-gerakan itu terus berlanjut sampai ia padam dengan sendirinya dimakan oleh zaman. Persis seperti lilin yang habis terbakar sementara malam masih terlalu panjang. Selamat jalan teungku Faisal,” tutupnya. [NR]