Kasus Mafia Tanah di Tamiang, LBH Banda Aceh: Itu Problem Yang Struktural
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Syahrul
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Syahrul menyatakan bahwa persoalan yang terkait dengan mafia tanah di Aceh Tamiang masih sulit untuk diselesaikan dengan baik. Hal ini dikarenakan masih adanya konflik kepentingan dan kekuasaan yang terjadi antara pihak yang terlibat dalam permasalahan tersebut.
Menurut Syahrul, mafia tanah di Aceh Tamiang telah mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat, baik secara ekonomi maupun sosial. Oleh karena itu, ia meminta agar pihak-pihak yang terlibat dalam masalah ini dapat bersikap adil dan mengedepankan kepentingan masyarakat.
Syahrul juga menambahkan bahwa dalam beberapa kasus, terdapat pejabat atau oknum yang melakukan perampasan lahan milik masyarakat. Ada juga yang memiliki lahan yang cukup luas namun tidak terdaftar atau bahkan memecah sertifikat menjadi luas tidak lebih dari lima hektare, sehingga mereka tidak memiliki kewajiban untuk mengurus izin.
Hal ini tentu saja merugikan masyarakat yang menjadi korban perampasan lahan tersebut. Selain itu, praktik seperti ini juga merusak tata kelola pemerintahan yang seharusnya berpihak pada kepentingan masyarakat.
"Persoalan mafia tanah di Aceh memang problem akut, kalau berbicara dalam kesejahteraan masuk ke Problem yang struktural," Kata Syahrul kepada Reporter Dialeksis.com, Sabtu (25/2/2023).
Syahrul berharap agar pemerintah dan aparat hukum dapat berperan aktif dalam menegakkan keadilan bagi masyarakat yang menjadi korban perampasan lahan. Dengan demikian, masalah mafia tanah di Aceh Tamiang dapat segera diatasi dan masyarakat dapat hidup sejahtera dan merasa aman dalam memiliki tanah yang menjadi hak mereka.
Syahrul menjelaskan problem yang berkaitan dengan mafia tanah yang tersedia di penegakan hukum itu ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya.
"Ketika konflik pertanahan semakin tinggi dan tidak terselesaikan ternyata dibalik itu ada orang-orang yang menjadi broker itu yang kemudian kita sebut mafia tanah," jelasnya.
Dirinya menyarankan kepada aparat penegak hukum agar sektor pemberantasan mafia tanah dapat berjalan aktif.
Sebelumnnya, ketua Aliansi Mahasiswa Pemuda Anti Korupsi (Alamp Aksi) kota Banda Aceh, Mahmud Padang mengatakan Study Kasus Kuat dari Alamp Aksi bahwa mafia tanah masih berkeliaran di Provinsi Aceh, tepatnya di Kab. Aceh Tamiang. Diduga tanah seluas 598.000 m yang terletak di Dusun, 1 Kantil Desa Sidodadi Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang merupakan tanah Negara.
"Namun, tanah tersebut diduga telah berubah status menjadi hak milik pribadi yang dipecah menjadi 6 (enam) persil," kata Mahmud Padang kepada Dialeksis.com, Rabu (22/2/2023).
Mahmud menjelaskan tanah seluas 2 persil yakni seluas 60.000m (6 Ha) telah diganti oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang yang dilakukan dalam 2 (dua) tahap. Tahap I pada tanggal 05 Agustus 2009 atas tanah seluas 13.000m dengan harga Rp. 1.495.000.000.00. Dan tahap II pada tanggal 10 Desember 2009 atas tanah seluas 47.000m? dengan harga Rp. 4.935.000.000.00.
"Dengan total keseluruhan tanah seluas 6Ha, dengan total harga Rp. 6.430.000.000,00," ujarnya.
- Direktur LBH Banda Aceh: Penyelesaian Masalah Mafia Tanah di Aceh Membutuhkan Kerjasama dan Kesadaran Bersama
- KontraS Aceh Minta Pemerintah Hentikan Intimidasi Terhadap Masyarakat Sipil
- Komnas HAM Aceh Dinilai Tidak Sensitif Tangani Persoalan HAM pada Masyarakat
- LBH Banda Aceh Minta Komnas HAM RI Evaluasi Kinerja Komnas HAM Aceh