Kasus Beasiswa DPRA: Bertahun-tahun Tanpa Kejelasan Dalang Utama
Font: Ukuran: - +
Reporter : Redaksi
Advokat Faisal Qasim, SH. MH., praktisi hukum dan politik Aceh, mengkritisi lambatnya penanganan kasus beasiswa DPRA. [Foto: for Dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Aceh - Kasus korupsi beasiswa Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang mencuat sejak 2018 masih menyisakan tanda tanya besar. Hingga kini, dalang utama di balik skandal yang merugikan negara miliaran rupiah ini belum juga terungkap.
Advokat Faisal Qasim, SH. MH., praktisi hukum dan politik Aceh, mengkritisi lambatnya penanganan kasus ini.
"Sudah enam tahun berlalu, namun kita masih belum melihat progres yang signifikan dalam pengungkapan aktor intelektual di balik kasus ini," ujarnya dalam sebuah acara diskusi yang prakarsai oleh KOSTUM (Komunitas Sadar & Taat Hukum) di Ivori Cafe, Banda Aceh, Kamis (27/6/2024).
Kasus ini bermula dari temuan adanya penyimpangan dalam program beasiswa yang dikelola DPRA pada 2018. Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kerugian negara sebesar Rp 6,4 miliar.
Sejumlah pejabat BPKSDM Aceh, dan salah satu mantan anggota DPRA serta korlap beasiswa telah ditetapkan sebagai tersangka, namun dugaan keterlibatan "orang kuat" di balik layar masih belum terkuak.
"Ada indikasi kuat bahwa kasus ini melibatkan aktor-aktor besar yang memiliki pengaruh politik. Ketidakmampuan atau mungkin ketidakmauan untuk mengungkap mereka menimbulkan dugaan-dugaan tengah masrakat terkait keseriusan aparat penegak hukum," tegas Faisal selaku salah satu Tim Solidaritas Advokat Aceh untuk Mahasiswa. yang diundang sebagai naraumber dalam diskusi tersebut.
"Kasus seperti ini seharusnya menjadi momentum untuk membersihkan birokrasi dan politik Aceh. Namun, ketika proses hukum berjalan setengah-setengah dan tidak tuntas, kepercayaan publik terhadap sistem penagakan hukum kita pun bisa terkikis," tambahnya.
Sumber informasi Dialeksis menyampaikan, mengakui adanya tekanan politik dalam penanganan kasus ini.
"Kami menghadapi berbagai hambatan, mulai dari sulitnya mengakses dokumen hingga 'intervensi halus' dari pihak-pihak tertentu," ungkapnya.
Menanggapi hal ini, Faisal menekankan pentingnya keterlibatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Barangkali salah satu jalan supaya kasus inisegera tuntas dan mendapat kepastian hukum, sudah saatnya KPK mengambil alih kasus ini. Mereka memiliki wewenang dan sumber daya yang lebih besar untuk mengatasi hambatan-hambatan politik," sarannya.
Ia juga mendesak masyarakat sipil dan media untuk terus mengawal kasus ini.
"Tekanan publik sangat diperlukan. Tanpa itu, kasus ini bisa saja terlupakan dan para dalang utama malah akan lolos dari jeratan hukum," tutup Faisal.
Sementara itu, DPRA periode 2019-2024 telah berulang kali menyatakan komitmennya untuk mendukung pengungkapan kasus ini. Namun, hingga kini, belum ada langkah konkret yang signifikan dari lembaga tersebut.
Kasus beasiswa DPRA menjadi cermin betapa sulitnya memberantas korupsi yang melibatkan elit politik di daerah. Tanpa keseriusan dan keberanian penegak hukum, serta dukungan publik yang kuat, kasus-kasus serupa mungkin akan terus terulang, menggerogoti kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perwakilan rakyat. [red]