Jubir Klarifikasi Pertemuan Tertutup DPRA: Hanya Ngopi Biasa
Font: Ukuran: - +
Reporter : ASY
Foto: Serambinews
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Beredar kabar terjadi pertemuan tertutup antara Gubernur Nova Iriansyah, pimpinan DPRA antara lain Dalimi, Hendra Budian dan Safaruddin, serta Kepala ULP Aceh Said Anwar Fuadi paska paripurna pembacaan jawaban gubernur Aceh terhadap pandangan Badan Anggaran (Banggar) DPRA pada Kamis (19/8/2021) tengah malam di ruang Wakil Ketua III DPRA Safaruddin.
Dari foto yang beredar di sosmed kepala ULP Aceh memasuki ruang Wakil Ketua III DPRA. Hal ini memicu pembicaraan di halayak ramai di Aceh.
Foto: Ist
Memastikan kejelasan informasi itu, dialeksis.com menelusuri melalui Jubir Pemerintah Aceh Muhammad MTA, dirinya menyampaikan pertemuan itu dikatakan hanya sebatas ngopi biasa saja paska gubernur Aceh memberikan jawaban atas pertanyaan Banggar. Tidak ada yang khusus dan jelas tidak memiliki muatan apa pun secara kepentingan.
Lebih memastikan lagi apa isi pembahasan dialeksis bertanya ke salah satu sumber informasi yang mengungkapkan kehadiran kepala ULP ke ruangan Wakil Ketua III DPRA dalam rangka menjelaskan kepada pimpinan DPRA terkait realisasi pembangunan yang terkendala.
"memang betul memang Kepala ULP Aceh datang. Karena diminta hadir oleh Gubernur Aceh untuk menjelaskan kepada pimpinan DPRA terkait realisasi kegiatan pembangunan yang terhambat. Sekaligus mempertanyakan itikad dari eksekutif menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakat, salah satu realisasi kegiatan pembangunan. Ada itikad tidak dari pemerintah. Forum pertemuan itu tidak sendiri. Pertemuan itu wajar karena membahas kondisi terkini jalannya realisasi pembangunan di Aceh. Hasil dari telahaan dan membahas di internal DPRA. Hingga sampailah pada sebuah kesimpulan realisasi RPJ APBA 2020 tidak bisa kita terima untuk dilanjutkan ke sebuah qanun, karena banyak sekali temuan temuan dari Pansus dan BPK.” Ujar informan.
Dihubungi terpisah, peneliti Jaringan Survei Inisiatif (JSI) Farnanda, MA menyatakan jika pertemuan itu memiliki deal tertentu, maka bisa dipastikan tidak banyak penolakan fraksi di DPRA terhadap RPJ APBA 2020.
"Namun kenyataanya posisi sikap politik parlemen Aceh sudah jelas yakni menolak. Penolakan tersebut diikuti oleh mayoritas fraksi di DPRA” ujar Farnanda alumni pascasarjana UGM.
Sebelumnya Kordinator Masyarakat Pengawal Otsus (MPO) Aceh, Syakya Meirizal melalui halaman akun Facebooknya mempertanyakan kehadiran kepala ULP Said Anwar Fuadi keruangan pimpinan DPRA di tengah malam di luar agenda resmi.
Dirinya mempertanyakan, Benarkah saudara Hendra Budian ikut hadir dalam pertemuan midnight tersebut? Padahal sebelumnya tidak hadir dalam ruang paripurna saat pembacaan jawaban Gubernur. Kemudian benarkah Gubernur Nova telah memanggil Kepala ULP Said Anwar Fuadi untuk ikut dalam pertemuan tersebut? Jika benar, apa interest dan korelasi linier kehadiran Kepala ULP terhadap RPJ APBA 2020 ditengah malam buta?
Dikonfirmasi dialeksis, tujuan Syakya mempertanyakan hal tersebut di media sosial agar publik mengetahui fakta sebenarnya. Sebab secara moral dan etika hal ini tentu sangat tidak patut.
"Terlebih ketika Gubernur Aceh Nova Iriansyah tengah mengajukan Raqan Pertanggungjawaban APBA 2020. Apalagi besoknya ada pandangan fraksi fraksi. Masyarakat akan berasumsi hal itu ada kaitannya dengan upaya mempengaruhi sikap DPRA terhadap raqan tersebut. Kehadiran Kepala ULP ke DPRA tengah malam seperti ini tentu sangat janggal. Lazimnya kepala SKPA hadir ke DPRA dalam rangka Raker atau memenuhi undangan paripurna. Tapi ini kan diluar agenda resmi DPRA. Hal ini patut dipertanyakan. “ tegas Syakya, Sabtu (21/8/2021).
Lebih Lanjut, Syakya menjelaskan bahwa hal tersebut akan menimbulkan persepsi publik bahwa ada deal deal tertentu terkait Raqan Pertanggungjawaban APBA 2020, hal ini tentu akan menjadi preseden buruk.
“Kita mendorong agar Gubernur Nova dan pimpinan DPRA agar meninggalkan pola-pola transaksional dengan melakukan deal deal tertentu dengan mengorbankan hajat hidup rakyat banyak. Jangan sampai hajat hidup rakyat banyak dijadikan alat transaksi politik untuk memuluskan agenda dan kepentingan penguasa.” pungkas Syakya. (ASY)