Jokowi Keluarkan PP Perlindungan Anak
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak. Dalam aturan tersebut juga tercantum mengenai perlindungan bagi anak yang menjadi korban bencana nonalam berupa epidemi seperti virus corona (Covid-19).
Aturan yang diteken Jokowi pada 10 Agustus 2021 itu berisi 95 pasal. Dalam bagian penjelasan, peraturan ini merupakan kebijakan yang bertujuan memberi rasa aman kepada anak.
“Peraturan pemerintah ini merupakan affirmative action yang bertujuan untuk menjamin rasa aman melalui pemberian layanan yang dibutuhkan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus, dengan harapan akan meminimalisasi jumlah anak yang memerlukan perlindungan khusus,” demikian bunyi penjelasan tersebut, sebagaimana dikutip Jumat (20/08/2021).
Dalam Pasal 3 aturan tersebut tercantum bahwa pemerintah, baik di level pusat, daerah, maupun lembaga negara lainnya bertanggung jawab memberikan perlindungan khusus kepada 15 kategori anak. Di antaranya; anak dalam situasi darurat; anak yang berhadapan dengan hukum anak dari kelompok minoritas dan terisolasi; anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual.
Kemudian, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba; anak yang menjadi korban pornografi; anak dengan HIV dan AIds; anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan; anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis.
Selanjutnya, anak korban kejahatan seksual; anak korban jaringan terorisme; anak penyandang disabilitas; anak korban perlakuan salah dan penelantaran; anak dengan perilaku sosial menyimpang; serta anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi orang tuanya.
Sementara itu, dalam Pasal 5 dijelaskan bahwa perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat itu termasuk anak korban bencana nonalam seperti pandemi Covid-19.
Perlindungan khusus itu dilakukan melalui pencegahan agar anak tidak menjadi korban dalam situasi darurat dengan berbagai cara, di antaranya dengan mendata jumlah anak yang memerlukan perlindungan khusus hingga membebaskan biaya pendidikan, baik yang dilakukan di lembaga pendidikan formal maupun nonformal selama masa darurat.
“Perlindungan khusus anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah dapat diterima anak dalam situasi darurat sesegera mungkin,” demikian kutipan Pasal 6 ayat (2).
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani sempat menyoroti anak-anak yang kehilangan orang tua mereka akibat pandemi Covid. Puan mengkritik bahwa belum ada data khusus terkait hal tersebut.
Padahal, menurut Puan, hal itu perlu sebagai langkah memberikan perlindungan kepada anak yatim piatu.
Percepat Penurunan Stunting
Dalam waktu yang berdekatan, Presiden Jokowi juga menekan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Aturan ini diteken Jokowi pada 5 Agustus 2021.
“Percepatan penurunan stunting adalah setiap upaya yang mencakup intervensi spesifik dan intervensi sensitif yang dilaksanakan secara konvergen, holistik, integratif, dan berkualitas melalui kerja sama multisektor di pusat, daerah, dan desa,” demikian bunyi Pasal 1 poin 4.
Pelaksanaan percepatan penurunan stunting ini menyasar kelompok remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak anak usia 0 hingga 59 bulan.
Untuk mempercepat kebijakan ini, Perpres menetapkan strategi nasional percepatan penurunan stunting. Strategi nasional ini dilaksanakan untuk mencapai target tujuan pembangunan berkelanjutan tahun 2030.
Dalam rangka pencapaian target nasional prevalensi stunting, ditetapkan target antara yang harus dicapai sebesar 14 persen pada 2024.
Untuk melaksanakan kebijakan tersebut, disusun keanggotaan tim percepatan penurunan stunting yang terdiri dari pengarah dan pelaksana.
ntuk tim pengarah akan diketuai oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin, yang beranggotakan Menteri Kesehatan, Menteri Keuangan, Menteri Sosial, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Menteri Agama, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Sekretaris Negara, dan Kepala Staf Kepresidenan.
Sementara, tim pelaksana akan diketuai oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). (CNN Ind)