kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Jelang Akhir Tahun, Ini Respon Kaum Disabilitas Aceh Terkait Dampak Pandemi Covid-19

Jelang Akhir Tahun, Ini Respon Kaum Disabilitas Aceh Terkait Dampak Pandemi Covid-19

Senin, 23 November 2020 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora
Program Manager CYDC, Erlina Marlinda. [IST]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Masa pandemi Covid-19 sudah memasuki penghujung tahun 2020. Orang-orang harus mencari alternatif pekerjaan lain untuk kebelangsungan perekonomian yang memadai. Sama seperti teman-teman disabilitas di Aceh yang harus mencari cara untuk tetap menghasilkan pendapatan.

Khususnya difabel tuna netra yang harus beralih turun ke jalan untuk meminta sedekah dikarenakan praktek panti pijat yang menjadi pekerjaan mereka biasanya harus tutup dan jika dibuka juga tidak ada pasien.

Begitulah yang disampaikan oleh Pegiat Disabilitas Aceh sekaligus Program Manager Children and Youth Disabilities for Change (CYDC), Erlina Marlinda saat dihubungi Dialeksis.com, Senin (23/11/2020).

"Kemudian teman-teman tunarungu itu ada sebagian yang tetap bekerja dan ada sebagian yang berhenti tapi memang tidak terlalu sengsara seperti teman tunanetra, kalau yang lain sebagian juga masih buka usaha, namun omzetnya tidak seperti sebelum pandemi, biasanya sampai 1 juta perbulan tapi sekarang kadang-kadang hanya 300 ribu, " kata Erlina.

"Teman-teman disabilitas juga banyak membuka bisnis online, namun pesanannya tidak banyak karena ada kekhawatiran di pengiriman, untuk saat ini karena new normal sudah ada sedikit perbaikan, tetapi masih belum stabil seperti sebelumnya," tambahnya.

Adapun dampak yang dirasakan oleh penyandang disabilitas selama pandemi, mereka terpaksa harus menutup usaha-usaha rumahannya, usaha keterampilan masih berjalan namun, terkait pemasarannya yang masih terkendala.

"Kalau tahun-tahun sebelumnya kita punya pameran, ada kegiatan pemasaran kita bisa berkolaborasi, tapi sekarang semua kegiatan diberhentikan, untuk alternatifnya kami memasarkan melalui media online," ungkapnya.

Erlina berharap, pemerintah lebih peduli lagi terhadap penyandang disabilitas, seperti melibatkan disabilitas di program pemerintah, dalam hal ini perencanaan program untuk non disabilitas juga harus melibatkan teman-teman disabilitas.

"Memang sebagian sudah ada perhatian dari pemerintah seperti Bantuan Sosial Tunai, Program Keluarga Harapan dan lain sebagainya itu sudah ada yang tercover untuk disabilitas, tetapi seperti dana bantuan UMKM itu pengurusannya hanya lewat jalur online, sangat disayangkan teman disabilitas itu hampir sebagian besar mereka tidak bisa mengaksesnya," ujarnya.

"Harusnya ada hard copy formulirnya yang bisa diisi dan ada pemberitahuan dapat diambil di mana, jangan semua via online, seperti diwakilkan oleh aparatur desa, tidak semua disabilitas Aceh punya usaha rata-rata mereka masih tinggal sama orangtua, kadang-kadang yang tinggal sama orangtua ini tidak difasilitasi oleh desa untuk dia bisa mengaksesnya," tambahnya.

Ketika pemerintah mengeluarkan program atau bantuan untuk disabilitas jangan dilihat dari segi ekonomi orang tua, dari rumah yang besar, kalau memang ada bantuan untuk disabilitas harus benar-benar dialokasikan.

"Karena banyak anggapan ketika berbicara bantuan disabilitas itu selalu menjadi patokannya itu adalah kekayaan orangtua, biaya anak disabilitas ini tidak hanya sebatas kasih makan, kadang-kadang anak harus berobat, ia juga perlu untuk kebutuhan sehari-hari, biaya-biaya seperti untuk terapi, hal-hal seperti itu seharusnya menjadi pertimbangan," tutupnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda