Jelang Akhir Jabatan Bupati Aceh Tengah Mutasi Pejabat, Aryos Nivada: Melanggar Aturan!
Font: Ukuran: - +
Pengamat Politik dan Keamanan Aceh, Aryos Nivada. [Dok. Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Bupati Aceh Tengah Periode 2017-2022 Drs Shabela Abubakar pada Senin (26/12/2022) melakukan mutasi dan rotasi besar-besaran pejabat di jajaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tengah meliputi jabatan administrator dan pengawas tepat dua hari menjelang berakhirnya masa jabatan yang jatuh pada 28 Desember 2022.
Mutasi tersebut tertuang dalam Keputusan Bupati Aceh Tengah Nomor 821/274/BKPSDM tanggal 23 Desember 2022.
Pengamat politik dan Keamanan Aceh, Aryos Nivada menyatakan bahwa mutasi menjelang berakhirnya masa jabatan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). Tepatnya pasal 71 ayat 2 diatur mengenai ketentuan larangan kepala daerah melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon (paslon).
Larangan tersebut semakin ditegaskan dengan Peraturan Mendagri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2016 tentang Pendelegasian Wewenang Penandatangani Persetujuan Tertulis untuk Melakukan Penggantian Pejabat di Lingkungan Pemerintah Daerah.
Aryos yang juga seorang Dosen FISIP USK menjelaskan, dalam Pasal 2 ayat (1) Permendagri 73 Tahun 2016, disebutkan Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Selanjutnya dalam pasal 3 ayat (1) disebutkan usulan rotasi jabatan untuk penggantian pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama. Lalu ayat (2) Menteri mendelegasikan kepada Direktur Jenderal Otonomi Daerah untuk memberikan persetujuan tertulis atas usulan permohonan kepala daerah untuk penggantian pejabat administrasi dan pejabat fungsional.
“Jadi jelas dalam permendagri tersebut, bahwa menjelang berakhirnya masa jabatan kepala daerah, dilarang melakukan pergantian, rotasi maupun promosi jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari mendagri. Mendagri dalam hal ini mendelegasikan kepada dirjen otda untuk melakukan pergantian pejabat tersebut” jelas aryos melalui keterangan pers kepada media, senin (26/12/2022).
Aryos yang juga Direktur Lingkar Sindikasi mengingatkan adanya sanksi bila kepala daerah petahana melanggar ketentuan mutasi pejabat berdasarkan UU Pilkada. Sesuai Pasal 71 Ayat 5, bila melanggar bisa mendapatkan pembatalan atau diskualifikasi sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. Selain itu, ada pula ancaman pidana penjara paling lama enam bulan dan denda paling banyak Rp6 juta berdasarkan Pasal 190.
“Jadi bila petahana, dalam hal ini Bupati Shabela apabila hendak mencalonkan menjadi paslon dalam pilkada ke depan, dapat dikenakan sanksi pembatalan atau diskualifikasi sebagai calon dalam Pilkada. Selain itu keputusan bupati tersebut dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara,” pungkas aryos.[]