DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sebuah penelitian berhasil mengungkap keberadaan makam seorang tokoh Persia yang hidup di era Samudra Pasai dan kini bersemayam di Gampong Blang Pha, Seunuddon, Aceh Utara
Penelitian yang dilakukan Center for Information of Samudra Pasai Heritage (CISAH) pada Rabu 25 Juni 2025 berhasil mengungkap bahwa makam itu adalah milik seorang tokoh besar dari Persia (kini Iran) bernama Haji 'Izzuddin bin Haji Ismail.
Berdasarkan inskripsi pada batu nisan, Haji 'Izzuddin berasal dari distrik Amirabad, Provinsi Hormozgan, dan wafat di tanah Pasai pada bulan Jumadil Awwal 865 Hijriah atau sekitar 1460 Masehi, bertepatan dengan masa keemasan Kesultanan Samudra Pasai.
Yang membuat temuan ini menggetarkan kalangan sejarawan adalah gelar “Haji” yang tertera pada namanya.
Haji 'Izzuddin tercatat sebagai tokoh bergelar haji tertua yang pernah ditemukan di Asia Tenggara, jauh mendahului catatan-catatan lain yang beredar selama ini.
Hal ini menjadi penanda betapa eratnya hubungan Aceh dengan dunia Islam internasional sejak abad ke-15, jauh sebelum istilah globalisasi ramai dibicarakan orang.
"Ini temuan yang sangat penting, bukan hanya untuk sejarah Aceh, tapi juga sejarah Asia Tenggara dan dunia Islam,” jelas peneliti CISAH, Sukarna Putra dalam keterangan kepada Dialeksis.com, Sabtu (28/6/2025).
Sukarna Putra menambahkan bahwa banyak warisan sejarah Aceh yang luput dari perhatian publik. Padahal, setiap fragmen sejarah adalah bahan bakar harga diri umat Islam di Nusantara.
“Jangan sampai kita hanya terpaku pada sejarah modern, lalu melupakan akar yang sudah tertanam sejak ratusan tahun lalu,” pesannya.
Sementara itu, Muhibuddin, S.Pd., M.Pd., Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Utara, mengatakan bahwa penemuan ini menjadi semacam milestone penting bahwa Aceh sudah menjadi bagian aktif dari jejaring ulama, saudagar, dan cendekiawan Muslim dunia berabad-abad lalu.
Dari tanah Pasai, para penuntut ilmu, ahli fikih, hingga pelayar berdatangan, saling tukar pikiran, iman, dan nilai-nilai perdagangan, menjadikan Samudra Pasai mercusuar peradaban Islam di Asia Tenggara.
"Ini bukan sekadar temuan sejarah lokal, tetapi bukti keterhubungan Aceh dengan dunia Islam sedari dulu,” jelasnya.
Syarwan, Geuchik Gampong Blang Pha, mengaku tak pernah menyangka bahwa makam sederhana yang terletak di tengah kampungnya menyimpan sosok sepenting itu.
“Dulu kami hanya mengira ini makam orang biasa, tidak tahu siapa di dalamnya. Sekarang kami bangga, dan sekaligus merasa terpanggil untuk merawatnya," ujarnya.
Syarwan berharap pemerintah tidak menutup mata. Ia ingin agar situs ini dikembangkan sebagai cagar budaya sekaligus destinasi wisata religi yang bernilai edukasi tinggi, sehingga bisa menjadi sumber pengetahuan dan ekonomi bagi warganya.
“Kalau bisa, bukan hanya pemerintah kabupaten yang membantu, tetapi juga Pemerintah Aceh dan bahkan nasional. Ini kan bukan hanya milik Aceh, tetapi milik kita semua sebagai bangsa,” pungkasnya. [nh]