Jaringan Masyarakat Sipil Apresiasi Semua Pihak Atas Penerimaan Tahap Awal Kedatangan Rohingya di Aceh Besar
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Iring-iringan rombongan pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh Besar. [Foto: Antara/Rahmad]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Jaringan masyarakat sipil pemerhati isu pengungsi dan pencari suaka di Indonesia mengapresiasi penerimaan dan penanganan tahap awal atas kedatangan pengungsi Rohingya di wilayah Aceh.
Masyarakat Aceh pada Senin (26/12/2022) kemarin, khususnya di Aceh Besar dan Pidie, kembali menerima kedatangan kapal yang membawa pengungsi Rohingya yang telah lama terombang-ambing di laut.
Kapal tersebut membawa setidaknya 174 pengungsi Rohingya dengan komposisi kelompok pengungsi dewasa dan anak-anak serta laki-laki dan perempuan. Saat ini pengungsi Rohingya ditempatkan secara sementara di SMP 2 Muara Tiga, Pidie.
“Secara spesifik, pengungsi Rohingya teridentifikasi terdiri dari 174 pengungsi dewasa, 24 anak-anak dan 4 balita. Kedatangan ini hanya berselang sehari setelah kedatangan 57 pengungsi Rohingya yang mendarat melalui jalur dan pola kedatangan serupa di Aceh Besar,” ucap Ketua Perkumpulan SUAKA, Atika Yuanita Paraswaty kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Rabu (28/12/2022).
Kedatangan kapal ini merupakan kelompok pengungsi Rohingya yang beberapa waktu lalu terombang-ambing di sekitar Laut Andaman karena kondisi mesin kapal yang mati.
“Kedatangan ini menambah jumlah kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh secara keseluruhan pada akhir tahun 2022. Sebelumnya pada 15 dan 16 November, Aceh menerima kedatangan sejumlah 229 pengungsi Rohingya yang datang melalui jalur laut,” ucap Koordinator KontraS Aceh, Azharul Husna.
Di samping itu, pola kedatangan ini semakin menggambarkan tingkat kerentanan yang dialami beserta dengan kebutuhan perlindungan yang memadai atas dasar kemanusiaan dan perlindungan HAM bagi para pengungsi Rohingya.
“Terlebih, beratnya perjalanan yang harus dilalui melalui jalur laut untuk mencapai Indonesia membuat kondisi pengungsi Rohingya semakin rentan dengan minimnya logistik dan kondisi kebutuhan dasar lainnya yang tidak memadai selama berada di atas kapal,” ujar Koordinator Kemanusiaan Yayasan Geutanyoe, Nasruddin.
Serupa dengan kedatangan-kedatangan sebelumnya, para pengungsi Rohingya yang telah mendarat segera diterima dengan baik dan dilakukan penanganan awal secara komprehensif oleh Pemerintah Kabupaten dan kelompok-kelompok masyarakat sipil.
“Oleh karenanya, Jaringan Masyarakat Sipil memberikan apresiasi besar kepada pemerintah daerah, masyarakat lokal, organisasi internasional, serta organisasi masyarakat sipil yang telah memberikan penanganan medis, logistik, serta pemenuhan kebutuhan dasar lainnya terhadap para pengungsi Rohingya. Hal ini tentunya dapat meringankan situasi kerentanan yang teridentifikasi,” ungkap Senior Officer Advokasi Dompet Dhuafa, Rama Adi Wibowo.
Namun hal ini perlu diikuti dan ditindaklanjuti dengan bentuk penanganan lanjutan oleh para pihak sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Perpres No.125/2016.
Di sisi lain, penanganan pengungsi Rohingya dipandang perlu adanya koordinasi lanjutan mengenai penampungan dan penyediaan lokasi tinggal serta akses terhadap kebutuhan dasar secara berkelanjutan.
“Hal ini dapat dilakukan dengan mengacu terhadap pengalaman-pengalaman penanganan pengungsi yang telah dilakukan sebelumnya oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Perpres 125/2016 dengan prinsip kolaborasi bersama,” tutup perwakilan Amnesty International Indonesia, Marguerite Afra.(Akh)