kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Izin Pertambangan Aceh “Membengkak” Semasa Pj Gubernur Bustami, Ada 9 IUP

Izin Pertambangan Aceh “Membengkak” Semasa Pj Gubernur Bustami, Ada 9 IUP

Jum`at, 27 September 2024 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga
Ilustrasi Izin Usaha Pertambangan (IUP). [Foto: net]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Jumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Aceh membengkak, kini mencapai 64 IUP. Bahkan ketika Bustami Hamzah menjabat sebagai Pj Gubernur Aceh, 13 Maret hingga 15 Agustus 2024, ada 9 IUP yang dikeluarkan Pemerintah.

Pansus DPRA yang melakukan kunjungan kerja sejumlah kawasan pertambangan di Aceh, menemukan sejumlah persoalan yang harus mendapat perhatian serius, khususnya soal izin pertambangan. Dimana dampaknya dirasakan sudah “menyengsarakan” masyarakat, baik segi kesehatan dan lingkungan.

Menurut Tim Pansus DPRA yang menyampaikan laporanya pada 25 September 2024 di gedung DPRA, pihaknya mengurai secara mendatail tambang tambang bermasalah, namun mendapat perpanjangan IUP da nada IUP yang “dipaksakan” menjelang berahir masa jabatan Pj Bustami.

Pansus DPRA yang diketuai M. Rizal Palevi, wakil ketua Irfannusir, sekretarisnya Abdurahman Ahmad dan 15 anggota, secara detil dalam laporan tertulisnya menjelaskan persoalan pertambangan di Aceh.

Bahkan tim Pansus ditolak oleh perusahaan dan tidak dibenarkan masuk ke lokasi pertambangan menjadi catatan khusus. Pansus saja tidak dibenarkan masuk, bagaimana dengan masyarakat.

Dalam laporannya Pansus DPRA hasil kerja mereka selama sebulan menjelaskan, di Aceh ada dua pertambangan, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dan Penanaman Modal Asing (PMA).

Pemerintah Aceh hanya memiliki kewenangan untuk menerbitkan izin bagi pelaksanaan PMDN. Sedangkan pelaksanaan PMA masih menjadi kewenangan Pemerintah pusat.

Dari 64 IUP yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Aceh, 14 IUP diantaranya diterbitkan pada Tahun 2024, semasa Pj dijabat Achmad Marzuki (5 IUP) dan Pj Bustami Hamzah, 9 IUP.

Pihak Pansus mempersoalkan perpanjangan IUP Operasi Produksi atas nama PT. Mifa Bersaudara, Komoditas Batubara, di Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, seluas 3.134 Ha berdasarkan SK. No. 540/DPMPTSP/890/IUP-OP1./2024, tertanggal 05 Agustus 2024, dengan jangka waktu selama 10 tahun.

Menurut Pansus DPRA, berdasarkan fakta dokumen,PT Mifa Bersaudara jatuh tempo IUP, Agustus tahun 2025. Namun berdasarkan fakta dokumen bukti terbaru, izin operasi produksi terhadap PT Mifa Bersaudara telah diperpanjang dengan nomor 540/DPMPTSP/890/IUP-OP1./2024 tertanggal 05 Agustus 2024, ditandatangani oleh kepala dinas DPMPTSP.

Izin perpanjangan IUP yang ditetapkan oleh ESDM Aceh dengan masa izin baru berlaku bagi PT Mifa Bersaudara sampai tanggal 25 Agustus 2035.

“Kemudian yang menjadi fakta adalah kenapa proses perpanjangan IUP operasi Produksi terhadap PT Mifa Bersaudara dilakukan berbarengan dengan posisi sdr Pj Gubernur Aceh atas nama Bustami Hamzah yang berakhir masa jabatanya dan sedang dalam proses tahapan pengunduran diri sebagai PJ Gubernur kepada Mendagri, “ tanya Pansus DPRA.

Menurut Pansus DPRA, perpanjangan izin bagi PT Mifa Bersaudara patut dipertanyakan dan ada motif apa dibalik percepatan perpanjangan itu, dilakukan secara cepat dan tergesa-gesa. Karena pada saat yang sama Perusahaan PT Mifa Bersaudara sedang mendapat protes keras dari masyarakat.

Protes itu atas kasus kejadian timbulnya kejahatan atas lingkungan hidup, yang telah menyebabkan warga masyarakat Gampong Peunaga Cut Kecamatan Meurubo, Aceh Barat mendapat efek debu batu bara. Sesak nafas dan terganggunya kesehatan berkepanjangan, runtuhnya penerimaan pendapatan keluarga dan matinya usaha masyarakat, jelasnya.

Selama beberapa tahun terakhir, masyarakat merasa terganggu dengan aktifitas pertambangan yang dilakukan oleh PT MIFA BERSAUDARA. Atas dasar laporan tersebut, pada Minggu, 16 September 2024, Tim Pansus bersama Dinas ESDM Aceh dan Dinas LHK Aceh meninjau langsung ke lokasi untuk mencari kebenaran atas keresahan yang disampaikan.

Dari hasil peninjauan ke lapangan, Tim Pansus menemukan sejumlah fakta diantaranya: ditemukannya sebaran debu Batubara di permukiman warga terutama yang berdomisili di Gampong Peunaga Cut Kecamatan Meurubo, Kabupaten Aceh Barat.

Ditemukannya sejumlah warga penderita gangguan pernapasan (Ispa) yang berdasarkan testimoninya diakibatkan oleh debu Batubara yang diduga berasal dari Lokasi kegiatan. Warga menuding pihak perusahaan tidak mau bertanggungjawab atas atas permasalahan lingkungan yang dihadapi, pihak perusahaan tidak bersedia ditemui melayani pengaduan warga.

Tim Pansus dihari yang sama mengambil inisiatif untuk menemui manajemen PT Mifa. Setiba di pintu gerbang Pelabuhan PT MIfa Bersaudara, Pansus beserta Dinas ESDM Aceh dan Dinas LHK Aceh justru tidak diperkenankan masuk oleh pihak Perusahaan. 

Menurut manajemen perusahaaan,semestinya Tim Pansus terlebih dahulu menyampaikan pemberitahuan kunjungan setidaknya 5 (lima) hari sebelum kedatangan. Menilai sikap yang dicerminkan pihak perusahaan kepada tim Pansus, masyarakat sekitar semakin kecewa pada perusahaan ini. Setingkat Pansus saja tidak dihiraukan.

M. Rizal Falevi Kirani, Ketua Pansus Tambang DPRA. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]

Selain itu, Pansus juga mempersoalkan PT. Lhoong Setia Mining, Komoditas Mineral Logam dengan Jenis Produksi Bijih Besi, di Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar, seluas 500 Ha berdasarkan SK. No. 540/DPMPTSP/909/IUP-OP1./2024, tertanggal 15 Agustus 2024.

Jangka waktu perpanjanganya selama 10 tahun terhitung sejak berakhirnya masa berlaku IUP OP sesuai SK Bupati Aceh Besar No. 540/01/IUP-Operasi Produksi/2010, dimana masa perpanjanganya sejak 20 Maret 2025 sampai dengan 20 Maret 2035.

Pansus juga mempersoalkan sejumlah tambang lainya dalam laporanya yang lumanyan panjang mencapai 17 halaman.

Melihat dan dengan sejumlah data di lapangan, Pansus DPRA dalam laporanya perlu mendapat pendalaman secara detail kembali yaitu dengan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap IUP-IUP yang telah diperpanjang dengan melibatkan aktor-aktor intelektual lain diluar pemerintah.

Karena evaluasi ini sangat penting dilakukan untuk mengecek kebenaran terhadap proses dan administrasi atas tahapan-tahapan perizinan.

Inilah daftar IUP yang dikeluarkan Pemerintah Aceh, saat ini sudah ada 64 IUP yang diizinkan pemerintah Aceh.

Pj Bustami Hamzah ada 9 IUP Tambang, dia dilantik tanggal 13 Maret 2024 - 15 Agustus 2024. Pj Achmad Marzuki 12 IUP tambang. Dilantik tanggal 06 Juli 2022 -12 Maret 2024.

Nova Iriansyah 10 IUP Tambang dan 1 Rekomendasi PPKH. Nova dilantik tanggal 5 Juli 2018 - 5 November 2020 dan pada 6 November 2020 - 5 Juli 2022.  

Irwandi Yusuf 7 IUP Tambang. Dilantik tanggal 05 Juli 2017 - Juli 2018 dan Zaini Abdullah 4 IUP Tambang Dilantik tanggal 25 Juni 2012 - 27 Juni 2017.

Pansus DPRA ini mengharapkan lembaga untuk menindak lanjuti hasil kerja mereka selama sebulan di lapangan, demi kebaikan rakyat Aceh. [bg]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda