Kinerja Pemerintahan Kacau, Affan Alfian dan Salmaza Dikritik Masyarakat Subulussalam
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal
Wali Kota Subulussalam, Affan Alfian Bintang periode 2018-2023. [Foto: Ist.]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepemimpinan Wali Kota Subulussalam, Affan Alfian Bintang, yang dimulai sejak terpilih bersama wakilnya, Salmaza, pada Pilkada 2018, kini menuai kritik pedas dari berbagai elemen masyarakat.
Dilansir media dialeksis.com dari website Achehnetwork.com, Aliansi Mahasiswa Pelajar Pemuda Subulussalam (AMPeS) secara terang-terangan menobatkan Affan Alfian Bintang sebagai Wali Kota Subulussalam terburuk sepanjang sejarah berdirinya kota tersebut.
Berbagai persoalan yang timbul selama masa jabatannya menjadi alasan kuat di balik penobatan tersebut.
Dalam keterangannya kepada media, juru bicara AMPeS, Mardiansyah, menyoroti berbagai masalah krusial yang menunjukkan ketidakmampuan Affan dalam memimpin Subulussalam.
Defisit anggaran yang mencapai lebih dari Rp200 miliar, termasuk pinjaman PEN sebesar Rp108 miliar, menjadi beban besar bagi perekonomian kota. Parahnya, di tengah krisis ini, pembayaran gaji ASN sempat tertunda, sebuah kejadian yang belum pernah terjadi dalam sejarah Subulussalam.
Mardiansyah menambahkan bahwa pembangunan di Subulussalam selama kepemimpinan Affan-Salmaza berjalan asal-asalan, seperti proyek normalisasi Sungai Penuntungan yang menelan anggaran Rp15 miliar namun tidak memberikan manfaat nyata bagi masyarakat sekitar.
Selain itu, sengketa lahan dengan HGU PT Laut Bangko yang belum terselesaikan, serta keterlambatan pembayaran honor untuk tenaga kesehatan, kebersihan, dan kontrak semakin memperburuk citra kepemimpinan mereka.
Lebih mengkhawatirkan, angka stunting di Subulussalam terus meningkat, mencapai 47,90 persen pada akhir 2023, jauh di atas angka nasional yang menurun menjadi 21,6 persen.
Ini menunjukkan bahwa Pemko Subulussalam gagal memberikan perhatian serius terhadap kesehatan anak-anak dan generasi muda di kota tersebut, yang berpotensi merusak kualitas sumber daya manusia di masa depan.
Kritik tak hanya datang dari AMPeS. Fajar Affandi, pengamat otonomi daerah, menyoroti buruknya hubungan antara Affan dan wakilnya, Salmaza.
Menurutnya yang dikutip media dialeksis.com dalam kajianberita.com, pemerintahan menjadi tidak efektif karena Affan cenderung menjalankan roda pemerintahan sendiri, tanpa melibatkan wakilnya.
Konflik ini semakin memperparah situasi, membuat sistem pemerintahan berjalan tidak maksimal.
Bahkan di tingkat DPRK, kontrol terhadap pemerintahan juga lemah. Ade Fadly Pranata Bintang, yang menjabat Ketua DPRK Subulussalam, adalah anak dari Affan Alfian Bintang.
Banyak anggota DPRK merasa frustrasi karena sering kali kritik terhadap pemerintahan Affan dihalangi oleh ketua dewan.
Kondisi ini menciptakan kesan bahwa kekuasaan keluarga Bintang mendominasi pemerintahan, tanpa memberikan ruang bagi suara kritis.
Keluarga Bintang juga memegang posisi strategis di DPRK, dengan dua anak Affan, Ade Fadly dan Ade Rizky Bintang, menjabat di lembaga legislatif tersebut.
Pengaruh politik dan finansial keluarga ini tampak kuat, terutama sejak Partai Hanura, tempat kedua anak Affan bernaung, meraih kemenangan besar di Subulussalam pada Pemilu 2019.
Namun, dominasi politik keluarga Bintang tidak dibarengi dengan kemajuan nyata bagi Subulussalam. Pertumbuhan ekonomi di kota tersebut menurun drastis, dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Subulussalam yang juga merosot.
Pada 2021, IPM kota ini tercatat 65,27, sementara pada 2023 hanya mencapai 69,66, terendah se-Aceh dan salah satu yang terendah di Indonesia.
Angka ini mengindikasikan buruknya akses penduduk terhadap pendidikan, kesehatan, dan ekonomi selama lima tahun terakhir.
Kritikan juga datang dari para ASN di lingkungan Pemko Subulussalam, yang menyatakan kekecewaannya terhadap kepemimpinan Affan-Salmaza.
Penundaan pembayaran gaji membuat banyak ASN mogok kerja. Defisit anggaran yang begitu besar semakin memperkeruh suasana, menciptakan ketidakpuasan di kalangan pegawai pemerintah.
Dalam survei kepuasan masyarakat yang dilakukan AMPeS, hanya 9,74 persen masyarakat yang merasa puas dengan kinerja Affan-Salmaza.
Sebaliknya, 90,26 persen lainnya menyatakan kekecewaannya. Data ini menjadi gambaran betapa buruknya kondisi pemerintahan di Subulussalam, yang kini mengalami stagnasi dan bahkan kemunduran di berbagai sektor.
Kota Subulussalam, yang memiliki luas wilayah terbesar di Indonesia dengan populasi sekitar 92.671 jiwa, seharusnya menjadi salah satu kota yang berkembang pesat.
Namun di bawah kepemimpinan Affan Alfian Bintang, kota ini justru mengalami penurunan signifikan dalam berbagai aspek.
Subulussalam bahkan mendapat peringatan dari Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Aceh untuk segera menurunkan angka stunting dan memperbaiki kondisi ekonomi.
Dengan Pilkada 2024 yang semakin dekat, banyak masyarakat Subulussalam yang berharap perubahan besar akan terjadi.
Kegagalan Affan Alfian Bintang dan Salmaza dalam memimpin kota ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat untuk lebih kritis dalam memilih pemimpin yang mampu membawa perubahan positif bagi Subulussalam.